ETIKA

BAB I
PERKEMBANGAN ETIKA PROFESI
A. PENTINGNYA ETIKA PROFESI
Apakah etika, dan apakah etika profesi itu ? Kata etik (atau etika) berasal dari kata
ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai
suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah
atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as
the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika
akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan
manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk
aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip
moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai
alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum
(common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah
refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian
dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan
kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan
sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat
“built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan
untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian
(Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa
etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan
segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi)
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan
berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan
kepada para elite profesional ini.
B. PENGERTIAN ETIKA
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing
yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk.
Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku
manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah
laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang
pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau
diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan
pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori
etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam
bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas
mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral
dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai
perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara
bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya
sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai
anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat
manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling
aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
SISTEM PENILAIAN ETIKA :
• Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau
jahat, susila atau tidak susila.
• Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah
mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya
dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi
suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih
berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan
nyata.
• Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3
(tiga) tingkat :
a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa
rencana dalam hati, niat.
b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti.
c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau buruk.
Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari
etika sosial.
Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari
karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini
ada (4 empat) variabel yang terjadi :
a. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
C. PENGERTIAN PROFESI
Profesi
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga
banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan
teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan
penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti
kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai
mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris
dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan
mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan
profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak
atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan
profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu
dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut
keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk
senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan
“PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :
PROFESI :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap
pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk
menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum
profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain
pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan
menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu
kualitas masyarakat yang semakin baik.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI :
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
PERANAN ETIKA DALAM PROFESI :
• Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang
saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling
kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut,
suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama.
• Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi
landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya
maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini
sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan
tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan
para anggotanya.
• Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian
para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah
disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi
kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.
Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan,
demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin menjamahnya.
D. KODE ETIK PROFESI
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu
berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti
kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai
landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan
untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh
seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES,
yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU
KEDOKTERAN. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah
belum tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya
berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional yang
diwariskan oleh dokter Yunani ini. Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang
sudah-sudah panjang, namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi
fenomena yang begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti sekarang
ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis yang khusus, salah satu
buktinya adalah peranan dan dampak kode-kode etik ini.
Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT MORAL) yang
memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik profesi dapat menjadi
penyeimbang segi-segi negative dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas
yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu
moral profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan berkat
penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah
kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran
etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi
dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh
profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu
instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita
dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.
Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga
membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode
etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari
profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan
pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan citacita
yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan
menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun
dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan
baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik
akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah
mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan
ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman
sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi
mengatur dirinya sendiri, demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk
menjalankan kontrol terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek seharihari
control ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan melaporkan
teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan perilaku semacam itu
solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode etik profesi dan dengan demikian
maka kode etik profesi itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah
menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut
masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru
kemudian dapat melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan
lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan
dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci
norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma
tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang
apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa
yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional
TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas
yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika
dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai
bidang.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi.
Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat
nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan Penasehat
HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode Etik Advokasi Indonesia
dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki
kode etik.
Suatu gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta
cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin
memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena
itu pada prinsipnya patut dinilai positif.
BAB II
KEBAIKAN, KEBAJIKAN, DAN KEBAHAGIAAN
A. KEBAIKAN
1. Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
Suatu tembakan yang “baik” dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan
akhlak yang buruk.
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika
tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai
(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi yang konkrit.
2. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalan yang
ditempuh.
Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya
yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh
mendapatkan nilai dari tujuan akhir.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalau
tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang
mengatakan hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi
dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras
dengan derajat manusia.
Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3. Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir
Seluruh manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut
kesempurnaan.
Tujuan akhir selamnya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu
mencarinya dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan
menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan
akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai
manusia. (Apakah itu ?)
4. Kesusilaan
a. Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif
Subjektif
Batiniah
Lahiriah
- Keadaan perseorangan tidak dipandang.
- Keadaan perseorangan diperhitungkan.
- Berasal dari dalam perbuatan sendiri (Kebatinan,
Instrinsik).
- Berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif
(Ekstrintik).
Persoalannya : Apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan menurut
tata adab saja ataukah ada kesusilaan yang batiniah yaitu :
yang terletak dalam perbuatan sendiri.
b. Unsur-unsur yang menentukan kesusilaan
Ada 3 unsur :
1) Perbuatan itu sendiri, yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut
kesusilaan.
2) Alasan (motif). Apa maksud yang dikehendaki pembuat dengan
perbuatannya. Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
3) Keadaan, gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Seperti : Siapa, Di mana, Apabila, Bagaimana, Dengan alat apa, Apa, dan
lain sebagainya.
c. Penggunaan Praktis
1) Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tak dapat menjadi baik atau netral
karena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat
berubah sedikit, orang tak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
2) Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasan
dan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup
untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatannya hanya akan dikurangi.
3) Perbuatan netral memperoleh kesusilaannya, karena alasan dan
keadaannya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan
itu sendiri ada baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau
netral, dipergunakan “Asas Akibat Rangkap”, yang tidak berlaku bagi
alasan atau maksud, karna itu selamanya dikehendaki langsung.
d. Dalam praktek, tak mungkin ada perbuatan kemanusiaan netral, sebabnya
perbuatan itu setidak-tidaknya secara implisit mempunyai tujuan. Kesusilaan
tidak semata-mata hanya tergantung pada maksud dan kemauan baik, orang
harus menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah, yang diperintahkan
kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
B. KEBAJIKAN
1. Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan disebut “kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat
kebiasaan, sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan
yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditemukan pada manusia,
karena hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan
kegiatannya.
2. Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue),
sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
“Kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang
berbuat jahat dengan sukarela” (Socrates).
“Keinginan manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan
mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih
untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
3. Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima
pengetahuan. Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan.
Bagi budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4. Kebajikan pokok, adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
a) Menuntut keputusan budi yag benar guna memilih alat-alat dengan tepat
untuk tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
b) Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/pengendalian
hawa nafsu inderawi).
c) Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d) Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
C. KEBAHAGIAAN
1. Kebahagiaan Subjektif
a) Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak
terpenuhi.
Kepuasan yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya
memiliki kebaikan sudah terlaksana, disebut kebahagiaan. Ini merupakan
perasaan khas berakal budi. Kebahagiaan sempurna terjadi, karena kebaikan
sempurna dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh keinginan kita,
yang tidak sempurna/berisi kekurangan.
b) Seluruh manusia mencari kebahagian, karena tiap orang berusaha memenuhi
keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan
manusia. Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang
memberikan kebahagiaan.
Biarpun seseorang memilih kejahatan, tetapi secara implisit ia memilihnya
untuk mengurangi ketidakbahagiaan.
c) Apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai ?
Kaum Ateis, kalau konsekuen, harus mengatakan kebahagiaan sempurna itu
tidak ada. Karena mereka semata-semata membatasi kehidupan pada duniawi
dan mengingkari hal yang bersifat supra-natural.
Beberapa jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan, yang menganggap
kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah :
1) Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2) Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan
dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedat efek sampingan.
3) Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
4) Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang
sesuai dengan harkat manusia.
d) Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu-serakahnya.
Sehingga seringkali menutup keinginan menutup keinginan yang berasal dari
sanubarinya.
2. Kebahagiaan Objektif
a) Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan
(sempurna) yang tetap. Ini tujuan subjektif bagi manusia.
Pertanyaan : Apakah objek yang dapat memberikan kepada manusia suasana
kebahagiaan sempurna ?. Apakah tujuan akhir manusia yang bersifat lahiriah
dan objektif ?
Terdapat berbagai aliran :
1) Hedonisme
Kebahagiaan adalah kepuasaan jasmani, yang dirasa lebih insentif dari
kepuasan rohaniah.
2) Epikurisme
Suasana kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak
mungkin menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus
membatasi keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan
yang tak dapat dicapai.
3) Utilitarisme
Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Jeremy Bentham (1748-1832)
Bersifat utilitaris kepada kependidikan umum, tetapi karena masih
mengingat kepentingan individu sebagai anggota masyarakat-ukurannya
kuantitatif.
John Stuart Mill (1806-1873)
Utilitarisme telah mencapai perkembangan sepenuhnya yang bersifat
altruistik. Tiap orang harus menolong untuk kebahagiaan tertinggi, bagi
manusia banyak-ukurannya kualitatif.
4) Stoisisme (Mazhab Cynika Antisthenes)
Kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebutuhan,
kebiasaan, atau ikatan. Kebahagiaan tidak terlepas pada hal tersebut.
Tidak terletak dalam kepuasan, tetapi pada “orang merasa cukup dengan
dirinya sendiri” (Sutarkeia) ini merupakan kebaikan dan kebajikan.
Terikat pada pribadi sendiri itu, adalah sifat yang dihargai oleh Stoa,
intisari manusia dianggap manifestasi Logos (budi). Semangat ini pertama
kali berkembang tahun 300 Masehi di Athena.
5) Evolusionisme
Tujun akhir manusia sebagai evolusi ke arah puncak tertinggi yang belum
diketahui bentuknya.
Evolusionisme merupakan ajaran kemajuan, pertumbuhan, yang selalu
dilakukan manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Herbert Spencer (1820-1903)
Menghubungkan evolusionisme dengan Etika Utilitarianism.
Thomas Hill Green (1836-1882)
F.H. Bradley (1846-1924)
Pelaksanaan diri seseorang hanya mungkin kalau dilakukan dalam
hubungannya dengan seluruh kemanusiaan, yang merupakan manifestasi
dari yang mutlak yang selalu tumbuh.
Jhon Dewey (1859-1952)
Pemikiran hanyalah alat untuk bertindak (Intrumentalism). Tujuan adalah
pragmatik (yang berguna).
b) Pandangan tentang objek kebahagiaan
Apakah objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia ?
1) Apa yang lebih rendah dari manusia, tergolong pada benda-benda yang tak
dapat memenuhi seluruh kepuasan manusia. Berpengaruh pada sebagian
kecil kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan dan
kesusahan serta seluruhnya akan ditingkalkan, apabila kita mati.
Oleh sebab itu kekayaan, kekuasaan, tidak mungkin dapat merupakan
tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
2) Kebutuhan hidup jasmani, sebagai kesehatan; kekuatan, keindahan,
tergolong ketidaksempurnaan. Selain itu jasmani merupakan bagian
manusia yang merasakan banyak kekurangan, bahkan banyak binatang,
melebihi manusia dalam sifat-sifat jasmaniahnya.
3) Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan untuk kebajikan. Kebutuhan mulia
itu sangat diharuskan untuk kebahagiaan. Tetapi pengetahuan tidak
merupakan tujuan itu sendiri. Pengetahuan itu dapat juga dipergunakan
untuk kejahatan. Kebajikan itu semata-mata hanya jalan yang lurus, tepat
ke arah kebaikan tertinggi. Bukan tujuan.
4) Apakah kebahagiaan sempurna terletak pada kepuasan seluruh orang,
jasmani dan rohani ? Kepuasan, kegembiraan, selalu merupakan kesukaan,
kegembiraan tentang sesuatu. Kesukaan adalah gejala yang mengiringi
perbuatan dan lebih merupakan daya tarik untuk menggerakkan ke arah
tujuan. Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan tertinggi.
Di dunia ini, tak semua kesukaan dapat dicapai, dan apa yang kita capai,
tak bersifat tetap dan pada ujungnya berakhir dengan maut. Perbuatan
baikpun seringkali mendapat salah faham dan kurang terima kasih.
5) Pelaksanaan diri tidak pula membawa kebahagiaan sempurna, karena
manusia yang berkembang selengkapnya tak juga seluruhnya merasa puas
pada dirinya sendiri. Selain itu, pelaksanaan diri itu hanya terdiri dari
pengumpulan kebutuhan, yang tersebut di atas, dalam keadaan tidak
sempurna dan tidak tetap.
6) Kebahagiaan sempurna harus dicari pada sesuatu yang ada di luar
manusia. Oleh sebab itu objek satu-satunya yang dapat memberi
kebahagiaan sempurna pada manusia dan dengan sendirinya merupakan
tujuan akhir objektif manusia adalah Tuhan.
c) Di atas merupakan pembuktian dengan cara mengeliminasi objek yang tidak
lengkap. Bukti secara positif, dengan memperlihatkan bahwa hanya Tuhan
yang dapat memenuhi seluruh keinginan manusia, hanya Tuhan yang dapay
memberi kebahagiaan yang sempurna. Jika tidak ada Tuhan, kebahagiaan
sempurna tidak mungkin, karena akal manusia menuju seluruh kebenaran, dan
keinginan menuju ke seluruh kebaikan. Untuk pelaksanaan bahagia
sempurna, Tuhan saja cukup, ia tak terbatas, sehingga meliputi seluruh
kesempurnaan dan lagi dalam taraf yang tertinggi.
d) Untuk pengertian yang benar orang harus memikirkan :
1) Kebahagiaan sempurna tidak berarti kebahagiaan yang tidak terbatas,
objek tak terhingga tidak dimiliki dengan cara yang tak terhingga.
2) Kodrat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas.
Tetapi datangnya kekuatan akal selalu tak terbatas, dan tak dapat
terpenuhi dengan baik. Hanya yang tak berhingga yang dapat
memenuhinya. Dalam hidup di dunia ini pengetahuan kita masih gelap
dan tidak tetap, sehingga kebahagiaan yang sempurna tidak tercapai.
Pengetahuan yang semakin sempurna akan tumbuh persesuaian dengan
peraturan Tuhan.
3) Objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami
kebahagiaan dari yang bertaraf lebih tinggi. Intisari kebahagiaan terdiri
dari kepuasaan akal dan kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan.
Kepuasan lainnya hanya merupakan cabang kebahagiaan yang menambah
kebahagiaan pokok.
BAB III
PROFESIONALISME KERJA
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian
kwalitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme
mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau
sebagai sumber penghidupan.
Disamping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita
artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession
yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian
“pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian
khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga
suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsure
keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus
memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak
membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu.
Berkaitan dengan profesionalisme ini ada dua pokok yang menarik perhatian dari
keterangan ENCYCLOPEDIA-NYA PROF, TALCOTT PARSONS mengenai
profesi dan profesionalisme itu.
PERTAMA ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat di golongkan
sebagai kelompok “kapitalis” atau kelompok “kaum buruh”. Juga tidak dapat
dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.
KEDUA ialah : bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok
tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership
status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda
perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang
menengah sampai ke bawah.
Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat di tahan-tahan dalam
perkembangan dunia perusahaan modern dewasa ini. PARSONS tidak tahu arah
lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya, bahwa keseluruhan
kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil kedepan sebagai sesuatu yang
terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.
Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua
unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan
kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua-duanya itulah merupakan
kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang
profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti
yang luas.
Menurut SOEGITO REKSODIHARJO (1989), arti yang diberikan kepada kata
“profesi” adalah suatu bidang kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan
merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan
tarap lulusan akademi / universitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh
seorang sarjana. Didalam masyarakat Indonesiapun kita telah mengenal berbagai
profesi non-akademik, seperti misalnya, profesi bidan, pemain sepak bola, atau
petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.
Walaupun obyek yang ditangani dapat berupa orang atau benda fisik, yang menjadi
penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik
buruk penanganan fungsinya. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan
ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada TARAF
KEMAHIRAN ORANG YANG MENJALANKAN. Taraf kemahiran demikian
hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat
kesempurnaan yang dipersyaratkan untuk itu tercapai. Dalam proses ini tidak terapat
jalan pintas.
Bagi seseorang yang berbakat dan terampil, proses itu mungkin dapat terlaksana
secara lebih baik atau lebih cepat dari pada orang lain yang kurang atau tidak
memiliki kemampuan itu. Bagi golongan terakhir ini, apabila mereka tidak bersedia
untuk bersusah payah melebihi ukuran biasa untuk menguasai sesuatu kejujuran,
pilihan terbaik ialah untuk mencari profesi lain yang lebih sesuai dengan bakat
mereka.
Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan sematamata
atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas dasar kesanggupannya untuk
mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada
padanya. Dalam praktek, kita jumpai bahwa tidak semua orang mampu
mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai
seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya seorang non-sarjana
yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan
menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif
masih terbatas itu.
Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu
pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur
yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu. Diploma
hanya memberi harapan tentang adanya kemampuam itu, tetapi kemampuan nyata
harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma
tadi dalam pekerjaannya.
Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merupakan guru yang terbaik.
Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak
akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang
sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses
belajarnya dari praktek bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang
dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.
Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme :
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result),
sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat
diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas
atau putus asa sampai hasil tercapai.
4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh
“keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga
terjaga efektivitas kerja yang tinggi.
Ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi
yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Lebih jelas
lagi di kemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan
profesional adalah mereka yang sangat kompeten atau memiliki kompetensikompetensi
tertentu yang mendasari kinerjanya.
Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, Hay group, The Netherlands pada
tulisannya yang berjudul “Integrated Management of Human Resources:, Kompetensi
adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk kerja yang
efektif atau superior pada jabatan tertentu.
ANGGAPAN BAHWA PROFESIONALISME DAPAT DIHARAPKAN
MUNCUL SEKEDAR DENGAN ANJURAN, TIDAKLAH BENAR
Selanjutnya diuraikan bahwa perlu dibedakan antara unjuk kerja superior dengan
rata-rata. Kompetensi dapat berupa motiv, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau
nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang
yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan
superior.
Apa yang dikemukakan oleh Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul “Competence
at Work” tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan Tjerk Hooghiemstra
sebelumnya; Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan
dengan atau menghasilkan unjuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan
tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan
merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap
pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Ada lima
karakteristik kompetensi : motiv, sikap, konsep diri (attitude, nilai-nilai atau
imaginasi diri), pengetahuan dan keterampilan.
Menurut ILO/ASPDEP pada seminar penyusunan Regional Model Competency
Standards, Bangkok, 1999, kompetensi meliputi :
 Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efesien (Task skill).
 Keterampilan mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaannya (Task
management skill).
 Keterampilan merespon dengan efektif hal-hal yang bukan merupakan pekerjaan
rutin dan kerusakan (Contigency management skill).
 Keterampilan menghadapi tanggung jawab dan tuntutan lingkungan termasuk
bekerja dengan orang lain dan bekerja dalam kelompok (Job/role environmet
skill).
Kompetensi lebih menitik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja
ditempat kerja, dengan perkataan lain kompeten menjelaskan apa yang seharusnya
dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi
juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan
keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu uraian kompetensi
harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan efektif bukan hanya
mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat mempengaruhi
produktivitas, namun sampai saat ini masih diperdebatkan bagaimana merubah sikap
kerja serta menilainya, tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif
singkat.
Menurut konsep Jerman (dalam sistem ganda) menggunakan istilah kompetensi
profesional atau kualifikasi kunci. Kompetensi profesional mencakup kumpulan
beberapa kompetensi yang berbeda seperti ditunjukkan di bawah.
Komponen-Komponen yang perlu untuk Kompetensi Profesional
Kompetensi
Spesialis
Kemampuan untuk :
- Keterampilan dan
pengetahuan
- Menggunakan perkakas
dan peralatan dengan
sempurna
- Mengorganisasikan dan
menangani masalah
Kompetensi
Metodik
Kemampuan untuk :
- Mengumpulkan dan
menganalisa informasi
- Mengevaluasi informasi
- Orientasi tujuan kerja
- Bekerja secara
sistematis
Kompetensi
Individu
Kemampuan untuk :
- Inisiatif
- Dipercaya
- Motivasi
- Kreativ
Kompetensi
Sosial
Kemampuan untuk :
- Berkomunikasi
- Kerja kelompok
- Kerjasama
Kompetensi
Profesional
Kualifikasi
Kunci
BAB IV
PERAN IQ, EQ, SQ, CQ DAN AQ
DALAM PERKEMBANGAN PROFESI
Menurut Daniel Goleman (Emotional Intelligence – 1996) : orang yang mempunyai
IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding
dengan orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya bahwa penggunaan
EQ atau olahrasa justru menjadi hal yang sangat pending, dimana menurut Goleman
dalam dunia kerja, yang berperan dalam kesuksesan karir seseorang adalah 85% EQ
dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan.
Kita perlu mengembangkan IQ – menyangkut pengetahuan dan keterampilan, namun
kita juga harus dapat menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ harus dilatih.
Untuk meningkatkan kemampuan IQ dan EQ agar supaya dapat memanfaatkan hati
nurani kita yang terdalam maka kita juga harus membina SQ yang merupakan
cerminan hubungan kita dengan Sang Pencipta / Allah SWT, melalui SQ kita dilatih
menggunakan ketulusan hati kita sehingga mempertajam apa yang dapat kita
tampilkan.
Jadi perpaduan antara IQ, EQ dan SQ inilah yang akan membina jiwa kita secara
utuh, sehingga kita dapat meniti karir dengan baik, dimana akan lebih baik lagi jika
= ISU UTAMA SAAT INI =
KEHIDUPAN GAGAL MENJALANKAN FUNGSINYA MEMBANGUN
SDM BERKEPRIBADIAN BERMUTU
INTELEKTUAL ADALAH PEMBANTU YANG BAIK, NAMUN ADALAH
PENGUASA YANG BURUK
ditambahkan AQ (Adversity Quotient) yang mengajarkan kepada kita bagaimana
dapat menjadikan tantangan bahkan ancaman menjadi peluang. Jadi yang ideal
memang saudara harus mampu memadukan IQ, EQ, SQ dan AQ dengan seimbang
sehingga Insya Allah saudara akan menjadi orang yang sukses dalam meniti karier.
KECERDASAN
Kenapa ada orang disebut lebih cerdas dari yang lain ? Ketika seorang anak usia 2
tahun dapat mengeja sederetan huruf pembentuk kata, bahkan kalimat, dengan baik
dan benar, serta merta orang tua dan lingkungannya menyebut ia “anak cerdas”.
Sederhana dasar yang dipakai, banyak anak lain dalam usia tersebut sama sekali
belum mampu melakukan hal itu.
Derasnya laju informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan memacu setiap
orang untuk menjadi lebih cerdas. Baik oleh diri sendiri maupun – dan ini yang
tampak sangat menonjol – orangtua-orangtua yang berlomba “mencerdaskan” anakanaknya,
supaya mampu bersaing. Hiruk pikuk orang berburu kursus, paket latihan,
drilling program, dan sebagainya. Apa esensi yang hendak ditangkap ? Mungkin
betul, demi meningkatkan – jika mungkin semua – kecerdasan. Namun, barang apa
itu ?
Memahami Kecerdasan
Sejak dilakukan studi dan penelitian intensif, hal penting tentang kecerdasan
(intelligence) dicerminkan oleh berbagai kontroversi pengukuran. Seperti juga pada
barang lain, kontroversi ini tidak pernah berhenti, bahkan sampai sekarang.
David Wechsler (1939) mendefinisikan kecerdasan sebagai kumpulan kapasitas
seseorang untuk bereaksi serah dengan tujuan, berpikir rasional dan mengelola
lingkungan secara efektif.
Ia pula yang mengembangkan peranti tes kecerdasan individual bernama Wechsler
Intelligence Scale, yang hingga saat ini masih digunakan dan dipercaya sebagai skala
kecerdasan universal. Sebelumnya, JL Stockton (1921) mengatakan kecerdasan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi proses memilih yang berprinsip pada
kesamaan (similarities).
Beradasarkan analisisnya, C Spearman (1927) memutuskan bahwa seluruh aktivitas
intelektual tergantung pada suatu bagan yang disebut faktor G (general factors).
Namun tak kalah penting juga sejumlah faktor S (spesific factors) sebagai
pendukung. Penjelasannya, faktor G menggambarkan aspek-aspek umum, faktor S
adalah aspek yang unik dan given.
Maih banyak definisi maupun pengertian kecerdasan, seiring banyak nama para
pencetusnya. Cattell (1963) dan Horn (1968) mengemukakan versi mereka tentang
model hierarki kecerdasan (hierarchical model of intelligence). Faktor G berperan
sebagai pusat kecerdasan manusia, demikian menurut mereka.
Guilford (1967) terkenal dengan SOI-nya, structure of the intellect model. Ia
menggolongkan kecerdasan dalam tiga dimensi, yakni operations (apa yang
dilakukan orang), contents (materi atau informasi yang ditampilkan oleh operations)
dan product (bentuk pemrosesan informasi).
*Kamus Psikologi (2000) diuraikan :
- Kemampuan menggunakan konsep abstrak.
- Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Kemampuan mempelajari dan memahami sesuatu.
GARDENER (2002) memaparkan pengertian kecerdasan (intelligen) mencakup tiga
factor :
a. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan
manusia.
b. Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
c. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan
dalam budaya seorang individu.
Membahas pengertian kecerdasan dalam berbagai perspektif memang cukup
kompleks. Lebih-lebih dewasa ini bermunculan beragam kecerdasan. Pemahaman
teoritik di atas bertujuan sebagai informasi, khususnya bagi masyarakat yang belum
familier tentang kecerdasan selain yang selama ini dipahami secara umum. Dengan
harapan, paparan singkat tersebut dapat membawa pemahaman kecerdasan secara
konkret dan ilmiah.
Untuk melengkapi, marilah kita pahami suatu kesimpulan bahwa kecerdasan
merupakan potensi dasar seseorang untuk berpikir, menganalisis dan mengelola
tingkah lakunya di dalam lingkungan dan potensi itu dapat diukur.
CIRI-CIRI MENDASAR KECERDASAN (INTELLEGENS) :
* To judge well (dapat menilai)
* To comprehend well (memahami secara menyeluruh).
* To reason well (memberi alasan dengan baik).
CIRI-CIRI PRILAKU INTELLEGEN / CERDAS :
- Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.
- Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).
- Masalah mengandung tingkat kesulitan.
- Keterangan pemecahannya dapat diterima.
- Sering menggunakan abstraksi.
- Bercirikan kecepatan.
- Memerlukan pemusatan perhatian.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN (INTELLEGEN) :
- Pembawaan ; kapasitas / batas kesanggupan.
- Kematangan ; telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya, erat kaitan
dengan umut.
- Pembentukan ; pengaruh dari luar.
- Minat.
- Kebebasan ; terutama dalam memecahkan masalah.
Pendapat pribadi yang mungkin subjektif sifatnya, juga merupakan imbauan. Tidak
penting kecerdasan hanya dikejar, dimiliki dan menjadi sukses menurut parameter
material yang sempit. Juga tidak begitu penting kecerdasan mana yang lebih
berkontribusi terhadap prestasi maupun prestise. Kecerdasan akan terlihat dan
bermanfaat apabila dipraktikkan secara optimal dengan penuh penguasaan diri dan
rasa syukur, nyata di dalam masyarakat, berlangsung bagi hajat hidup orang banyak
tanpa terikat pada batasan-batasan tak logis, yang justru membuat orang tampak tidak
cerdas. Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan perdamaian di bumi.
• Kapasitas umum seseorang untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu.
• Berhubungan dengan penalaran / berfikir.
Intellegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak
secara logis, terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif
(Marten Pali, 1993).
Konsep intellegensi yang awalnya dirintis oleh Alfred Bined 1964, mempercayai
bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
PENGUKURAN / KLASIFIKASI IQ :
Very Superior : 130 –
Superior : 120 – 129
Brght normal : 110 – 119
Average : 90 – 109
IQ (INTELLEGENCE QUOTIENT)
Dull Normal : 80 – 89
Borderline : 70 – 79
Mental Defective : 69 and bellow
CIRI KHAS IQ (INTELLEGENCE QUOTIEN) :
- Logis
- Rasional
- Linier
- Sistematis
IQ MENJADI FAKULTAS RASIONAL DALAM KEPRIBADIAN MANUSIA.
Dengan memiliki IQ yang baik dan terstandar maka masing-masing individu
memiliki kemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk
kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari maupun
untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi.
Dulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang itu bersifat tunggal, yaitu dalam
satuan IQ (intelligence quotient) seperti selama ini kita kenal. Dampak negative atas
persepsi ini adalah individu yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”,
yakni matematik dan verbal (kata-kata), seakan tidak dihargai di hadapan masyarakat
luas. Kini tradisi yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar dan
terkuaklah bahwa kecerdasan manusia itu banyak rumpunnya. Kercerdasan itu
multidimensional, banyak cabangnya. Jadi TIDAK ADA MANUSIA YANG
BODOH, setiap manusia punya rumpun kecerdasan.
RUMPUN ATAU MACAM-MACAM KECERDASAN TERSEBUT ADALAH :
* IQ (INTELLEGENCE QOUTIENT)
* EQ (EMOTIONAL QOUTIENT)
* AQ (ADVERSITY QOUTIENT)
* SQ (SPIRITUAL QOUTIENT)
* CQ (CREATIVITY QOUTIENT)
Potensi kreatifitas dapat muncul dan disalurkan dalam semua rumpun kecerdasan,
maka setiap kehidupan manusia akan diperkaya melalui kecerdasan-kecerdasan di
atas. Setiap pelaksana atau pelaku profesi harus terdorong dan berpeluang melakukan
eksplorasi kreatif dengan banyak cara (multi modalitas) yang cocok dengan
karakteristik individu masing-masing. Frustasi dan kegagalan dalam bekerja dapat
berkurang jika pelaku profesi mencari informasi dengan berbagai cara / strategi
bekerja, dengan berbagai alternative, banyak fikiran untuk keberhasilan dalam
berkarya.
Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa dicipta/didesain melalui pemberian motivasi
atau menumbuhkan motivasi diri sendiri dengan konsep bekerja yang berfokus pada
kelebihan-kelebihan yang dimiliki setiap individu atau kecerdasan-kercerdasan di
atas.
EMOSI adalah letupan perasaan seseorang.
PENGERTIAN EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi :
• Kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri, perasaan orang lain, memotivasi
diri sendiri, mengelola emosi dengan baik, dan berhubungan dengan orang lain
(DANIEL GOLDMAN).
• Kemampuan mengerti dan mengendalikan emosi (PETER SALOVELY & JOHN
MAYER).
• Kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan,
ketajaman, emosi sebagai sumber energi, informasi, dan pengaruh (COOPER &
SAWAF).
• Bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi
sosial (SEAGEL).
EQ (EMOTIONAL QUOTIENT)
ASPEK EQ (SALOVELY & GOLDMAN) ADA LIMA :
1. Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
2. Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
3. Kemampuan memotivasi diri.
4. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
5. Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).
PRILAKU CERDAS EMOSI :
- Menghargai emosi negative orang lain.
- Sabar menghadapi emosi negative orang lain.
- Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
- Emosi negative untuk membina hubungan.
- Peka terhadap emosi orang lain.
- Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
- Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
- Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
- Tidak harus membereskan emosi orang lain.
- Saat emosional adalah saat mendengatkan
EQ TINGGI ADALAH :
- Berempati.
- Mengungkapkan dan memahami perasaan.
- Mengendalikan amarah.
- Kemandirian.
- Kemampuan menyesuaikan diri.
- Disukai.
- Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
- Ketekunan.
- Kesetiakawanan.
- Keramahan.
- Sikap hormat.
Emotional Quotient (EQ) mempunyai peranan penting dalam meraih kesuksesan
pribadi dan profesional. EQ dianggap sebagai persyaratan bagi kesuksesan pribadi.
Alasan utamanya adalah masyarakat percaya bahwa emosi-emosi sebagai masalah
pribadi dan tidak memiliki tempat di luar inti batin seseorang juga batas-batas
keluarga.
Penting bahwa kita perlu memahami apa yang diperlukan untuk membantu kita
membangun kehidupan yang positif dan memuaskan, karena ini akan mendorong
mencapai tujuan-tujuan PROFESIONAL kita.
Dr. DANIEL GOLEMAN memberikan satu asumsi betapa pentingnya peran EQ
dalam kesuksesan pribadi dan profesional :
• 90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ.
• Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
Dari banyak penelitian didapatkan hasil atau pendapat bahwa individu yang
mempunyai IQ tinggi menunjukkan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang
ber-IQ rendah justru sangat perprestasi. Hal ini dikarenakan individu yang
mempunyai IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut :
• Yakin tahu semua hal.
• Sering menggunakan fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan.
• Meyakini bahwa IQ lebih penting dari EQ.
• Sering membuat prioritas-prioritas yang merusak kesehatan kita sendiri.
Kemampuan akademik, nilai raport, predikat kelulusan perguruan tinggi tidak bisa
menjadi tolak ukur seberapa baik kinerja seseorang sesudah bekerja atau seberapa
tinggi sukses yang akan dicapai.
Menurut MICK CLELLAND tahun 1973 “TESTING FOR COMPETENCE”, bahwa
seperangkat percakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif akan
menghasilkan ORANG-ORANG YANG SUKSES DAN BINTANG-BINTANG
KINERJA.
MEMBANGUN BENTENG UNTUK MENCAPAI KETERAMPILAN
EMOSIONAL (Dr. PATRICIA PATTON) :
1. Paham pentingnya peran emosi dan pemahaman yang memungkinkan anda
merasakan perbedaan besar dalam bagaimana kita mengendalikan emosi. Ini
terjadi ketika merasakan gembira yang sangat karena intensitas dan rentang
emosi, dimana kita overt control terhadap impuls untuk merasakannya. Ini dapat
mencegah masyarakat untuk tidak lagi saling berbagi dan menghormati perasaan
orang lain.
2. Mengekspresikan kenyataan bahwa tidak seorangpun memiliki perasaan yang
sama tentang persoalan yang serupa. Menerima perbedaan merupakan masalah
di masyarakat yang mengharapkan setiap orang dapat bertindak seperti itu.
3. Mengekang emosi adalah tindakan tidak sehat dan dapat mengarahkan kita
kedalam cara-cara yang negative. Yang paling baik adalah menyalurkan emosi
secara wajar dan bertahap.
4. Mempertajam intuisi pemecahan masalah ketika menghadapi suatu masalah yang
kita tidak mungkin dapat mengontrolnya. Ini bermanfaat untuk memahami
perbedaan antara pengaruh dan control. Ada beberapa hal kita dapat
mempengaruhi masyarakat dan beberapa situasi, tetapi dapat juga terjadi
kemungkinan bahwa masyarakat yang ingin mengendalikan segalanya.
5. Mengetahui keterbatasan diri sendiri dan tahu kapan kita perlu mengubah
strategi.
6. Memungkinkan orang lain menjadi diri sendiri, tanpa memaksakan harapan kita
pada mereka.
7. Mengetahui diri sendiri dan menghargai potensi yang kita miliki bagi
pertumbuhan pribadi.
8. Mengetahui pentingnya kasih sayang, perhatian dan berbagi bersama.
ROBERT K. COOPER, PH.D DAN AYMAN SAWAF, Meningkatkan kecerdasan
emosi dengan “masuk kedalam hati dan keluar dari fikiran” ;
Dengan meluangkan waktu dua atau tiga menit dan bangun tidur lima menit lebih
awal dari biasanya, duduklah dengan tenang, keluarlah dari fikiran anda, kemudian
masuklah pada suara-suara hati anda, tuliskan apa yang anda rasakan. Dengan caracara
ini mudah-mudahan dengan secara langsung akan mendatangkan kejujuran
emosi (hati), berikut kebijakan yang terkait, dan membawanya kepermukaan sehingga
anda dapat menggunakannya secara efektif. Lebih jauh suara-suara hati ini akan
memberi makna pada hari-hari panjang anda dan akan membawa pada kesiapan batin
untuk menjalani kehidupan.
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri.
Kecerdasan spiritual adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat
diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu (Agus N. Germanto,
2001).
Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual Quotient) penemunya DANAH
ZOHAR dan LAN MARSHALL, LONDON, 2000) cenderung diperlukan bagi setiap
hamba Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya. Melibatkan kemampuan,
menghidupkan kebenaran yang paling dalam; artinya mewujudkan hal yang terbaik,
untuk dan paling manusiawi dalam batin.
Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam
dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.
PAUL EDWAR; “SQ” adalah bukti ilmiah. Ini adalah benar ketika anda merasakan
keamanan (SECURE), kedamaian (PEACE), penuh cinta (LOVED), dan bahagia
SQ (SPIRITUAL QUOTIENT)
(HAPPY). Ketika dibedakan dengan suatu kondisi dimana anda merasakan ketidak
amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.
VICTOR FRANK (PSIKOLOG); Pencarian manusia akan makna hidup merupakan
motivasi utamanya dalam hidup ini. Kearifan spiritual; adalah sikap hidup arif dan
bijak secara spiritual, yang cenderung lebih bermakna dan bijak, bisa menyikapi
segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani kita, kecerdasan
spiritual “SQ”.
SQ DALAM PENELITIAN
CIRI-CIRI SQ TINGGI
Menurut Dimitri Mahayana (Agus Nggermanto, 2001), ciri-ciri orang yang ber-SQ
tinggi adalah :
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
b. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
Neurolog V.S. Ramachandran bersama timnya di Universitas California
dalam penelitiannya menemukan adanya “Titik Tuhan” (God Spot) di dalam
otak manusia. Pusat spiritual tersebut bersinar (bergetar) ketika seseorang
terlibat dalam pembicaraan tentang topik-topik spiritual dan agama. Dalam
buku yang berjudul Seratus Tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah,
si penulisnya Michael H. Hart membuat peringkat enam teratas adalah : 1)
Nabi Muhammad SAW; 2) Isaac Newton; 3) Nabi Isa (Yesus); 4) Budha
(Sidharta Gautama); 5) Kong Hu Chu; 6) St Paul.
Hampir semua tokoh tersebut ternyata adalah tokoh-tokoh agama,
pemimpin/penggerak spiritual. Jadi manusia yang menentukan arah sejarah
adalah mereka yang memiliki kualitas spiritual.
c. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
MEMILIKI PRINSIP DAN VISI YANG KUAT
Apa itu prinsip ? Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan fundamental
berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman berperilaku,
yang berupa nilai-nilai yang permanen dan mendasar. Ada 3 prinsip utama bagi
orang yang tinggi spiritualnya, yakni :
1. Prinsip kebenaran
Suatu yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah kebenaran. Sesuatu yang
tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh :
Hukum alamiah, jika kita menyemai benih pada tempat yang salah, waktunya
tidak tepat, pengairannya keliru, pemupukannya salah, maka apa yang terjadi ?
Benih membusuk dan sirna.
Pelanggaran atas nilai kebenaran membuat kita kehilangan jati diri, hati nurani
yang tidak jernih.
2. Prinsip Keadilan
Bagaimana keadilan itu ? Keadilan adalah memberikan sesuatu sesuai dengan hak
yang seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3. Prinsp Kebaikan
Kebaikan adalah memberikan sesuatu lebih dari hak yang seharusnya. Contoh :
ketika kita naik becak membayar Rp. 5.000,00 sesuai kesepakatan. Tetapi kita
lebihkan membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.
VISI YANG KUAT
Setelah prinsip, kita harus mempunyai visi. Visi adalah cara pandang bagaimana
memandang sesuatu dengan visi yang benar. Dengan visi kita bisa melihat
bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran.
Contoh : Belajar itu tidak sekedar mencari angka raport, ijazah atau bisa mencari
kerja yang bergaji pantas.
MAMPU MELIHAT KESATUAN DALAM KEANEKARAGAMAN
Para siswa menuntut suasana belajar yang menyenangkan. Guru menginginkan
semangat dan hasil belajar yang optimal. Semua pihak berbeda tetapi sama-sama
menginginkan kebaikan.
MAMPU MEMAKNAI SETIAP SISI KEHIDUPAN
Semua yang terjadi di alam raya ini ada maknanya. Semua kejadian pada diri kita
dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gagal,
jatuh, kekurangan dan penderitaan lainnya banyak pelajaran yang mempertajam
kecerdasan spiritual kita. Demikian juga ketika berhasil kita bersyukur dan tidak lupa
diri.
MAMPU BERTAHAN DALAM KESULITAN DAN PENDERITAAN
Sejarah telah membuktikan, semua orang besar atau orang sukses telah melewati likuliku
dan ujian yang besar juga.
Contoh : Thomas Edison menjadi sukses dan cemerlang dengan berbagai termuannya
setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.
J.J. Reuseu menjelaskan jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan,
maka aspek jiwa akan rusak. Orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau
sakit, jiwanya tidak pernah tersentuh. Penderitaan dan kesulitanlah yang
menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual.
KECERDASAN SPIRITUAL BAGI PELAKSANA PROFESI
SDM sebagai pelaksana dari suatu profesi dengan tingkat kecelakaan spiritual (SQ)
yang tinggi adalah pemimpin yang tidak sekedar beragama, tetapi terutama beriman
dan bertaqwa kepada Allah SWT. Seorang pelaksana profesi yang beriman adalah
orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada, Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui apa-apa yang diucapkan, diperbuat bahkan isi hati atau niat manusia.
Seorang pelaksana profesi dapat membohongi pelaksana-pelaksana profesi yang lain
yang ada di lembaga kerjanya ataupun di luar lembaga kerjanya, tetapi tidak dapat
membohongi Tuhannya.
Selain dari pada itu SDM sebagai pelaksana suatu profesi yang beriman adalah
seorang yang percaya adanya malaikat, yang mencatat segala perbuatan yang baik
maupun yang tercela dan tidak dapat diajak kolusi. SDM sebagai pelaksana profesi
tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang halal dan mana yang haram, mana yang melanggar hukum dan mana yang
sesuai dengan hukum.
SDM sebagai pelaksana profesi harus selalu memegang amanah, konsisten
(istiqomah) dan tugas yang diembannya adalah ibadah terhadap Tuhan, oleh karena
itu semua sikap, ucapan dan tindakannya selalu mengacu pada nilai-nilai moral dan
etika agama, selalu memohon taufiq dan hidayah Allah SWT dalam melaksanakan
amanah yang dipercayakan kepadanya. Pemimpin tipe ini dalam menjalankan
tugasnya selalu berpijak kepada amar am’ruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan
dan mencegah kejahatan).
Sebagaimana suatu ungkapan seorang pakar, “NO RELIGION WITHOUT MORAL,
NO MORAL WITHOUT LAW”.
Oleh karena itu SDM sebagai pelaksana suatu profesi haruslah yang beragama dalam
arti beriman dan bertaqwa, bermoral dalam arti dia ta’at pada hukum. Dalam
kenyataan kehidupan sehari-hari SDM yang beragama itu belum tentu beriman dan
bertaqwa, sehingga dia sesungguhnya tidak bermoral dan melanggar hukum. Sebagai
contoh misalnya, SDM yang bersangkutan menjalankan sholat 5 waktu tetapi masih
berbuat korupsi juga; atau ia berpuasa tetapi masih melakukan KKN juga dan lain
sebagainya. Seyogyanya orang yang mendirikan sholat itu dan menjalankan puasa itu
tidak akan melakukan haib yang melanggar hukum. Hal ini sesuai dengan firman
Allah yang artinya :
“Sesungguhnya sholat itu dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar”
(QS. Al An Kabut, 29 : 45).
Sesungguhnya puasa itu tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi puasa
itu dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar (H.R. Al Hakim).
CREATIVITY / KREATIVITAS adalah potensi seseorang untuk memunculkan
sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua
bidang dalam usaha lainnya :
GUIL FORD mendiskripsikan 5 ciri kreativitas :
a. KELANCARAN : Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. KELUWESAN : Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam
pendekatan jalan pemecahan masalah.
c. KEASLIAN : Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinal
sebagai hasil pemikiran sendiri.
d. PENGURAIAN : Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
e. PERUMUSAN
KEMBALI
: Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan
melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lazim.
Kreatifitas adalah kemampuan untuk mencipta dan berkreasi, tidak ada satupun
pernyataan yang dapat diterima secara umum mengenai mengapa suatu kreasi itu
timbul.
CQ (CRETIVITY QUOTIENT)
KECERDASAN KREATIVTAS
Kreativitas sering dianggap terdiri dari dua unsur :
1. Kepasihan yang ditunjukkan oleh kemampuan menghasilkan sejumlah besar
gagasan dan ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
2. Keluwesan yang pada umumnya mengacu pada kemampuan untuk menemukan
gagasan atau ide yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu
masalah.
Manusia yang menjadi lebih kreatif akan menjadi lebih terbuka pikirannya terhadap
imajinasinya, gagasannya sendiri maupun orang lain. Sekalipun beberapa pengamat
yang memiliki rasa humor merasa bahwa kebutuhan manusia untuk menciptakan
berasal dari keinginan untuk “hidup di luar kemampuan mereka”, namun penelitian
mengungkapkan bahwa manusia berkreasi adalah karena adanya kebutuhan dasar,
seperti : keamanan, cinta dan penghargaan.
Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari
berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar,
kegembiraan hidup dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik
mereka.
HAMBATAN UNTUK MENJADI LEBIH KREATIF
Kebiasaan, waktu, dibanjiri masalah, tidak ada masalah, takut gagal, kebutuhan akan
sebuah jawaban sekarang, kegiatan mental yang sulit diarahkan, takut bersenangsenang,
kritik orang lain.
Beberapa cara memunculkan gagasan kreatif yaitu :
1. Kuantitas gagasan.
Teknik-teknik kreatif dalam berbagai tingkatan keseluruhannya bersandar pada
pengembangan pertama sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh
gagasan yang baik dan kreatif. Akan tetapi, bila masalahnya besar dimana kita
ingin mendapatkan pemecahan baru dan orisinil maka kita membutuhkan banyak
gagasan untuk dipilih.
2. Teknik brainstorming
Merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik
pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Teknik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinil untuk menambah jumlah gagasan
konvensional yang ada.
3. Sinektik
Suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan, maka
proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga sebaliknya.
4. Memfokuskan tujuan
Membuat seolah-olah apa yang diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi saat ini
dengan melakukan visualisasi yang kuat. Apabila prose itu dilakukan secara
berulang-ulang, maka pikiran anda akan terpusat ke arah tujuan yang dimaksud
dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam diri maupun keluar.
Tentu saja untuk keberhasilannya perlu pembelajaran dan pelatihan intensif
bagaimana menggunakan kekuatan bawah sadar Anda itu, dengan mengaktifkan Nur
Ilahi untuk mendapatkan imajinasi yang kuat, agar kreativitas selalu muncul saat
dibutuhkan, membangun Prestasi dan Citra yang membanggakan.
SDM sebagai pelaksana suatu profesi dengan tingkat kecerdasan kreativitas (CQ)
yang tinggi, adalah mereka yang kreatif, mampu mencari dan menciptakan terobosanterobosan
dalam membatasi berbagai kendala atau permasalahan yang muncul dalam
lembaga profesi yang mereka geluti.
Seorang pelaksana profesi yang ingin mencapai nilai-nilai profesional, haruslah
mempunyai CQ yang tinggi, yaitu mampu menghasilkan ide-ide baru (orisinil) dalam
meningkatkan daya saing dalam dunia kerjanya dan lebih luas lagi daya saing di era
globalisasi. Seorang pelaksana profesi haruslah bersikap fleksibel, komunikatif dan
aspiratif, serta tidak dapat diam, selalu menginginkan perubahan-perubahan kearah
kehidupan yang lebih baik, reformatif dan tidak statis.
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, psikiater, mengemukakan bahwa SDM dengan CQ
yang tinggi mampu merubah bentuk. Dari suatu ancaman (THREAT) menjadi
tantangan (CHALLENGE) dan dari tantangan menjadi peluang (OPPORTUNITY).
Daya kreativitas tipe ini dapat membangkitkan semangat, percaya diri (SELF
CONFIDENCE) dan optimisme masyarakat dan bangsa untuk menghadapi masa
depan yang lebih baik, daya kreativitasnya bersifat rasional, tidak sekedar anganangan
belaka (WISH FUL THINKING), dan dapat di aplikasikan serta di
implementasikan.
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 – 1931) berhasil menemukan baterai
yang ringan dan tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama
20 tahun. Tak heran kalau ada yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000
kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa akhirnya Anda akan berhasil ?”
Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil ? Bukan hanya berhasil, saya
telah mendapatkan banyak hasil. Kini saya tahun 50.000 hal yang tidak berfungsi.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem
seorang climber (pendaki) – yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan
(adversity quotient, AQ) tinggi – dalam buku Adversity Quotient :
Turning Obstacles into Opportunities karya Paul G. Stoltz, Ph.D. Inilah sebuah buku
yang mencoba mengukur kecerdasan menghadapi kesulitan dari berbagai profesi,
baik dalam dunia bisnis maupun dalam dunia-dunia kreatif lainnya. Terminologi AQ
memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel
Goleman, kecerdasan eksekusi (execution quotient) karya Stephen R. Covey. Meski
begitu, buku ini juga mampu memberikan perspektif baru bagi para eksekutif bisnis
papan atas di AS.
AQ (ADVERSITY QUOTIENT)
KECERDASAN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Selain Edison, kita mengenal Steve Jobs (Apple Computer, Pixar Studios), Bill Gates
(Microsoft) dan sederet nama lainnya. Dalam konteks Indonesia, saya pernah
berbincang-bincang dengan Kafi Kurnia, salah seorang konsultan pemasaran terbaik
Indonesia. Dia mata Kafi, salah seorang pengusaha Indonesia yang memiliki AQ
tertinggi adalah Ny. Meneer, yang perusahaan jamunya terus tumbuh di berbagai
zaman Indonesia sejak zaman Belanda. Di zaman modern, saya pribadi menganggap
Rusdi Kirana, yang berhasil membuat standar baru dalam industri penerbangan,
sebagai salah seorang yang memiliki AQ tinggi.
Apakah adversity quotient (AQ) itu ?
Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan
faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana
sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata,
orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya
dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung.
Dalam hal ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian : quitter
(yang menyerah), camper (berkemah di tengah perjalanan), dan climber (pendaki
yang mencapai puncak). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk
bertahan hidup. Para camper labih baik, karena biasanya mereka berani melakukan
pekerjaan yang beresiko, tetapi tetap mengambil resiko yang terukur dan aman.
Adapun para climber, yakni mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi
Adversity Qountient adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat
bertahan menghadapi
kesulitan-kesulitan dan mampu
mengatasi tantangan hidup
resiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Dalam konteks ini, para climber dianggap
memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper
dan quitter. Para climber inilah yang berhasil menggerakkan perekonomian.
Paul G. Stoltz, merinci AQ berdasarkan penelitiannya :
a. AQ Tingkat “Quitters” (Orang-orang yang Berhenti)
Tingkatan AQ paling rendah yakni orang yang langsung menyerah ketika
menghadapi kesulitan hidup. Orang yang tidak berikhtiar dan hanya berkeluh
kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.
b. AQ Tingkat “Campers” (Orang yang Berkemah)
Campers adalah AQ tingkat bawah. Awalnya giat mendaki / berusaha
menghadapi kesulitan hidup, ditengah perjalanan mudah merasa cukup dan
mengakhiri pendakian atau usahanya. Contoh : orang yang sudah merasa cukup
dengan menjadi sarjana, merasa sukses bila memiliki jabatan dan materi.
c. AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang Mendaki)
Climbers adalah pendaki sejati. Orang yang seumur hidup mendaki mencari
hakikat kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia dan akhirat.
Rentang AQ meliputi tiga (3) golongan :
1. AQ rendah (0-50)
2. AQ sedang (95-134)
3. AQ tinggi (166-200)
Kabar baik kita semua adalah bawah AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang
bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap
orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Di banyak perusahaan
yang dilatihnya, Stoltz berhasil melihat peningkatan kinerja – dalam berbagai ukuran
– para karyawannya. Di sebuah perusahaan farmasi multinasional, Stoltz
mendapatkan fakta bahwa peningkatan AQ para karyawan, membuat perusahaan
lebih mudah melakukan perubahan strategis. Padahal kita semua mafhum, banyak
perubahan strategis yang mahal biayanya karena resistensi para karyawannya.
Dunia kerja adalah dunia yang penuh dengan tantangan dan rintangan, karenanya
sanggupkah kita menjalaninya ? sebagai pelaksana profesi yang ingin menjadi
seorang yang profesional hendalah menetapkan dihati bahwa “Saya adalah pendaki
sejati, yang akan mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada”.
Namun satu hal yang perlu kita yakini bersama bahwa tidak ada manusia yang
sempurna, tidak ada jalan yang lurus mulus. Setiap individu mempunyai kelebihan
dan kekurangan dalam dirinya. Hambatan dan peluang akan ditemui dalam mencapai
cita-cita masa depan. Analisis SWOT merupakan suatu teknik yang dapat digunakan
untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karier.
“S” Strenght (Kekuatan), adalah sebuah potensi yang ada pada diri sendiri yang
mendukung cita-cita / karier.
“W” Weakness (Kelemahan), adalah seluruh kekurangan yang ada pada diri sendiri
dan kurang mendukung cita-cita/ karier.
“O” Opportunity, (Peluang), adalah segala sesuatu yang dapat menunjang
keberhasilan cita-cita/karier.
“T” Traits (Ancaman), adalah segala sesuatu yang dapat menggagalkan rencana citacita/
karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.
Pemecahan masalah dapat dilakukan dengan Zero Mind Proces; melepas belenggu
mental, maka emosi terkendali, akal/logika berpikir terjadi ketenangan batin, berserah
diri kepada Tuhan. Maka potensi energi dan nilai spiritual muncul dan bangkit,
tercipta dalam bentuk aplikasi nyata.
Skema Pengambilan Keputusan
Sumber : Ary Ginanjar, ESQ Power, 2003
Masalah
Timbul
Kebebasan
Memilih
Keputusan
Emosional
Keputusan
Spiritual
Keputusan
Persepsi
“…Tidak ada suatu keputusan, melainkan bagi Allah. Dia menerangkan
kebenaran dan Dia sebaik-baiknya Pemberi Keputusan” (QS. Al An’aam 6 : 57)
BAB V
OBJEKTIFLAH DALAM MENILAI KESANGGUPAN
MANAGERIAL ANDA
Bab ini membawa anda bertamasya kepada suatu perjalanan, yang bagi kebanyakan
laksanawan (executives), merupakan suatu daerah yang asing. Perjalanan ini
bukanlah suatu jalan yang gampang. Sebab salah satu hal yang tersukar untuk
dikerjakan atau dilaksanakan seseorang, ialah untuk melihat dirinya sendiri dengan
objektif dan realistis, menurut kenyataannya, tanpa dikabuti atau diwarnai pemujaan
diri sendiri, penipuan diri, atau keputusasaan dan kekacauan fikiran.
Sebagai dikatakan oleh Dr. A.J. Toynbee, seorang ahli sejarah dan filsafat : “Manusia
belum begitu banyak, dan belum begitu jauh, untuk menyelidiki dan mengetahui alam
spiritual. Dunia baru ini, dimana kehidupan sangat memerlukannya untuk
mengadakan hubungan, ialah dunia spritual dalam diri kita sendiri.”
Suatu analisa terhadap diri sendiri, akan dapat membawa keuntungan dan faedah,
sekurang-kurangnya dalam tiga hal :
1. Menambah ke-efektifan kepemimpinan atau kemampuan manajerial dan pengaruh
anda terhadap orang lain.
2. Memperbaiki hubungan-hubungan personil.
3. Perkembangan pribadi kearah yang lebih baik.
“Hanyalah seperti pengetahuan anda terhadap diri sendiri”, kata Bernard M. Baruch,
“otak anda dapat melayani anda sebagai suatu alat untuk mengetahui kegagalankegagalan
anda sendiri, nafsu dan emosi anda, serta prasangka-prasangka yang ada
pada diri anda, sehingga hal itu dapat anda pisahkan atau bedakan dari apa yang anda
lihat dan anda amati.” (Hal ini adalah suatu problema yang serius untuk kebanyakan
orang. Mereka mengkhayalkan suatu pekerjaan dan prestasi yang hebat atau
spektakuler jauh di masa depan, sehingga karena itu, mereka meremahkan perbaikanperbaikan
selangkah demi selangkah, atau perbaikan hari demi hari. Tapi mereka
lupa, bahwa tanpa perbaikan-perbaikan kecil, perbaikan hari demi hari secara
kontinu, maka prestasi yang hebat atau spektakuler dimasa datang seperti dimimpikan
mereka itu akan tidak pernah tercapai).
Manusia sudah menempuh suatu jalan yang panjang untuk sampai kepada arah dan
tujuan “pengertian, pengetahuan atau pengenalan tentang dirinya sendiri, walaupun
masih banyak yang belum diketahuinya, atau masih banyak yang akan dipelajarinya.
Dibandingkan dengan para nenek moyangnya yang primitif, dia sudah mengetahui
jauh lebih banyak. Suku-suku primitif di Australia, yang masih dalam tingkat
kebudayaan batu, masih belum dapat menghubungkan ata mempertalikan rasa sakit
kepalanya dengan kepalanya sendiri. Bahkan beberapa pengertian-pengertian
jasmaniah yang sederhana, masih asing bagi mereka itu.
Orang modern bukan saja mengerti soal penyakit kepala yang dideritanya, tapi
pengetahuannya sudah lebih jauh lagi, sampai kepada suatu pengetahuan tentang sakit
yang terjadi didalam pencernaanya, tentang tekanan darah dan sebagainya.
Tapi selain dari soal-soal penyakit tersebut di atas itu, anda perlu untuk lebih
mengenal diri sendiri, dalam hal-hal yang lebih luas. Biasanya self study atau
pemeriksaan/penelitian terhadap diri sendiri itu, hanyalah dilakukan pada saat-saat
krisis, dikala anda memperoleh atau menghadapi kekuatan anda, dan kekurangankekurangan
anda. Untuk suatu gambaran yang berimbang dan lebih mendekati
kebenaran, anda harus melihat dan memeriksa diri sendiri, di waktu situasi-situasi
yang relatif normal, dan diwaktu keadaan stabil.
Tugas itu tidaklah mudah. Ahli psiko-analisa Dr. Ada Hirsh dalam tulisannya
mengenai kemungkinan-kemungkinan dari analisa sendiri, menunjukkan keperluan
atau syarat-syarat yang dibutuhkan untuk analisa diri sendiri itu, yakni :
1. Suatu tingkat tertentu dalam kesehatan jiwa.
2. Suatu keinginan untuk dapat lebih dekat mendekati kebenaran tentang diri kita
sendiri.
3. Suatu kesanggupan untuk berfikir secara logis, dengan suatu jiwa dan pikiran
yang terbuka (open mind) dan dengan keberanian.
Adalah suatu anggapan populer, bahwa untuk mengenal diri sendiri itu, adalah suatu
masalah yang sederhana, yaitu dengan mempelajarinya sedikit demi sedikit setiap
hari.
Sesungguhnya untuk dapat mengenal diri, tidaklah sesederhana itu. Kesukarannya
terutama, karena sesungguhnya dalam diri kita masing-masing, kita cenderung untuk
membangun dalam diri kita sendiri suatu jaringan pertahanan yang kuat, yang
bertindak dan berlaku untuk melindungi ego dan perasaan harga diri kita dari orang
lain, dan kadang-kadang dari diri kita sendiri.
Setiap orang lahir ke dunia ini dengan keadaan tidak berdaya dan bergantung kepada
orang lain. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, setiap orang akan belajar, bahwa
hal itu tergantung juga kepada sikap dan pendapat atau perasaan orang lain. Anak
yang sedang tumbuh itu belajar dan mengetahuinya, bahwa dia sangat bergantung
kepada ibunya, bukan saja untuk kesenangan jasmaniahnya, tapi juga untuk hadiah
dan pujian yang menyenangkan, cinta, perhatian dan rasa perlindungan.
Pada saat seseorang itu bertambah besar dan dewasa, dia tetap mencari dan
menginginkan pendapat yang baik dan persetujuan dari masyarakat lingkungannya
yang semakin melebar. Dia menghendaki teman, bukan saja untuk kesenangan
jasmaninya, tapi juga untuk menyetujui apa yang dilakukannya. Dalam persetujuan
dan simpathy orang itu, dia memperoleh jaminan tentang harga dirinya sendiri.
MENGAPA ANDA MENGHINDARI ATAU ENGGAN
MELIHAT DIRI ANDA YANG SEBENARNYA,
SEBAGAIMANA ORANG LAIN MELIHAT DIRI SENDIRI
Pada saat seseorang itu bertambah besar dan dewasa, dia tetap mencari dan
menginginkan pendapat yang baik dan persetujuan dari masyarakat lingkungannya
yang semakin melebar. Dia menghendaki teman, bukan saja untuk kesenangan
jamanisnya, tapi juga untuk menyetujui apa yang dilakukannya. Dalam persetujuan
dan simpathy orang itu, dia memperoleh jaminan tentang harga dirinya sendiri.
Demikian besarnya keinginan orang untuk cinta dan persetujuan itu, sehingga
seseorang mau menipu dirinya sendiri, kalau perlu, daripada menghadapi kenyataan.
Jika tingkah laku atau perbuatannya yang tidak diselubingi, sehingga nampak
sebagaimana keadaan yang sebenarnya, dia akan mendapat kritik dan celaan, jauh
dari rasa senang dan persetujuan orang. Mungkin dia melakukan sesuatu yang tidak
difikirkan dengan matang lebih dulu, tergesa-gesa, kasar bahkan kejam. Tapi dari
pada melihat dan menghadapi dirinya sendiri dalam suatu sorotan atau pandangan
yang tidak bersahabat dari orang lain, bahkan di matanya sendiri, maka fikiran atau
jiwa tak sadarnya akan melindungi gambaran dirinya sendiri (his image of himself).
Jadi dengan begitu :
1. Dia membuat tindakan dan perbuatan atau memajukan keterangan atau alasanalasan,
sehingga tingkah lakunya itu seolah-olah menjadi rasionil, wajar dan
pantas. Dia berkata, “Saya melakukan itu, karena …..”. Perkataan atau
keterangannya itu memberikan alasan baik dan kuat serta logis dan dapat
diterima, tentang tindakan dan tingkah lakunya itu.
2. Dia memproyeksikannya. Dia memungkiri perbuatannya yang salah atau tidak
baik itu, dan melihat serta menuduhkannya, sebagai problema dan perbuatan
orang lain.
3. Dia memindahkan atau menggeserkannya. Dia menyalahkan seseorang yang lain
dari kesalahan-kesalahannya sendiri, yang tidak dapat diterimanya.
4. Dia mengadakan kompensasi. Dia meningkatkan dirinya dalam bidang lain,
dikala dia gagal atau lemah dalam sesuatu hal atau bidang.
Jalan kepada pengenalan diri sendiri, dapat dihalangi jiwa tak sadar, yang banyak
mempengaruhi tingkah laku. Dr. Sigmund Freud, bapak dari psiko-analisa, adalah
orang yang pertama mengenal pentingnya fikiran atau jiwa tak sadar itu dalam
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku.
Problema yang nyata timbul, karena alat-alat pengaman bertindak atau bekerja
dibawah tak sadar secara otomatis. Anda tentulah harus menjadi orang yang sangat
ahli dalam hal ini, jika anda ingin melihat dan menjenguk ke dalam diri anda sendiri,
dan untuk dapat “melihat” ke dalam diri anda sendiri. Betapa sering anda mengalami
dan melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan apa yang secara sadar ingin
anda perbuat.
Dr. Wiliam Menninger seorang dokter yang terkenal berkata : “Hal seperti ini sangat
jelas nampak pada orang yang tak dapat berhenti dari kebiasaan buruknya “makan
terlalu banyak”. Mereka membuat segala macam tekad dan keputusan untuk suatu
diit; tapi nampaknya mereka tidak berdaya untuk tetap melaksanakan tekad atau
keputusannya itu. Nyata, beberapa tekanan dari jiwa tak sadar mendorong mereka
untuk terus melakukan hal-hal, yang secara sadar mereka ingin untuk berhenti
melakukannya.
Banyak laksanawan, pada satu waktu, mempunyai jenis kesukaran yang sama, dalam
melakukan dan menyelesaikan sesuatu tugas tertentu. Dia berjanji terhadap dirinya
sendiri, untuk membereskan atau menyelesaikan sesuatu tugas pada kesempatan yang
pertama, tapi nampaknya dia tidak sanggup.
KETIDAK SADARAN (JIWA TAK SADAR)
ANDA DAPAT MENGHAMBAT KEMAJUAN ANDA
Dr. Burleigh B. Gardner, seorang ahli anthropologi sosial yang terkenal
menunjukkan, bahwa beberapa alasan-alasan mengapa para manajer menunda atau
gagal, walaupun kesadaran mereka menginginkan kemajuan, ialah :
1. Harga diri yang berlebih-lebihan. Karena merasa dirinya sangat penting. Sering
banyak orang yang kapabel, tidak menyukai pekerjaannya diawasi, dan merasa
sangat tersinggung terhadap tuntutan-tuntutan yang dilakukan terhadap mereka.
2. Keinginan secara tidak disadari untuk memperoleh kedudukan dan nama yang
sangat penting. Pekerjaan mereka sebagai manajer dalam kedudukannya
sekarang, baginya hanyalah sebagai alat atau lompatan untuk tujuan-tujuan lain.
Pada dasarnya dia tidak mempunyai perhatian dan minat untuk pekerjaan atau
tugasnya yang sedang dipegangnya sekarang, dan karena itu juga kurang
memperoleh kepuasan.
3. Ketidak sanggupan untuk menyediakan tempat buat orang lain. Banyak orang,
walaupun jiwa sadar mereka menghendaki bekerja sama dengan orang lain, tapi
nampaknya mereka tidak mengambil langkah untuk melaksanakannya. Mereka
merasa tidak enak akan kemajuan dari setiap orang. Walaupun orang ini mungkin
memberi anda alasan-alasan dari tindakannya itu, bahwa keadaan yang
sesungguhnya secara tidak disadari ialah : Bahwa dibawah ketidak sanggupan
mereka itu untuk bekerja sama dengan orang lain, terletaklah suatu kebencian
yang mendalam terhadap orang-orang lain.
4. Perlawanan terhadap kekuasaan. Ahli-ahli psikologi menunjukkan, bahwa
perlawanan terhadap kekuasaan (authority), mengambil banyak bentuk yang
terselubung, seperti keterlambatan yang kronis, lupa terhadap pertemuanpertemuan
yang penting, dan kelupaan pesan-pesan untuk atasan, menuntut
kelebihan dan keistimewaan, serta sikap tidak memperdulikan pengarahan dan
perintah. Orang yang melakukan taktik-taktik seperti itu, barangkali tidaklah
sadar dari kenyataan, bahwa dia melakukan perlawanan menentang atasannya,
karena dia takut penolakan. Tingkah lakunya itu seolah-olah berkata, “Saya tahu
anda tidak menyukai saya, jadi saya akan menolak anda, sebelum anda
mempunyai suatu kesempatan untuk menolak saya”.
Jadi kita lihat, seseorang itu mungkin tidak sadar akan kenyataan, bahwa dia sendiri
yang menghambat jalannya sendiri. Sebagai diceritakan penggubah sandiwara yang
terkenal, Ben Hecht :
Seorang yang bijaksanak, hanyalah mempunyai satu musuh, yaitu dirinya
sendiri. Musuh ini adalah seorang yang sukar untuk diabaikan dan mempunyai
banyak tipu muslihat. Dia menyerang seseorang dengan menanamkan rasa
takut dan kebimbangan. Dan dia selalu mencari untuk melepaskan atau
menyesatkan orang dari tujuannya. Dia adalah suatu musuh yang tak dapat
dilupakan, tapi tetap menipu.
Usaha untuk mengerti dan untuk mengenal diri sendiri, sudah sejak lama, yaitu sejak
Adam dan Eva. Kebanyakan orang, secara total tidak sadar tentang perasaanperasaan
mereka sendiri, tentang emosi, kepercayaan dan tujuan hidup mereka.
Profesor Werner Wolf dari “Bard College”, pernah melakukan suatu eksperimen yang
sederhana, yang menunjukkan, betapa asingnya sering seseorang itu terhadap dirinya
sendiri. Dalam eksperimen itu, dia menyuruh beberapa orang untuk menandai dirinya
sendiri dan teman-temannya dalam suatu deretan gambar-gambar, dimana mukamuka
atau wajah muka dari gambar itu tidak kelihatan, disembunyikan. Rata-rata
setiap orang sukar menandai dirinya sendiri dari deretan gambar-gambar itu; anehnya
dia lebih mudah untuk menemukan gambar-gambar dari kenalan-kenalananya.
Jika anda pernah membuat gambar hidup atau film dari anda sendiri (orang Barat
sering melakukan itu, terlebih orang berada, (penterjemah), dan kemudian menonton
anda dan tingkah laku anda sendiri dalam film itu, melihat dan mendengar suara dan
percakapan anda sendiri, mungkin anda akan berkata terhadap anda sendiri: “Itukah
saya ?” Jika dengan demikian, anda menjadi heran dan sadar akan keasingan dan
kurang mengenal anda terhadap bentuk-bentuk luar anda yang nampak,-seperti wajah
CARILAH KEBENARAN TENTANG DIRI ANDA
dan suara anda, -bayangkanlah betapa lebih sukar lagi untuk mengetahui dan
mengenal tentang bagian-bagian anda (your inner self).
Tapi walaupun begitu besar kesukaran-kesukaran itu, usaha untuk lebih mengenal diri
sendiri itu adalah sangat penting didalam peranan anda sebagai seorang pemimpin
industri. Dimanakah anda mulai ? Untuk itu, cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini :
1. Apakah anda pernah mengalami, atau Ya Tidak
melakukan, maupun menyetujui sesuatu
yang bertentangan terhadap keyakinan
anda yang sebenarnya ?
2. Pernahkah anda mempunyai suatu Ya Tidak
mimpi yang bukan-bukan ?
3. Apakah anda pernah dalam suatu Ya Tidak
suasana jiwa yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan, dan yang tidak dapat
anda lepaskan ?
4. Apakah anda pernah betul-betul merasa Ya Tidak
heran dan takjub tentang sesuatu
peristiwa atau pengalaman anda pada
waktu yang lewat, sedang waktu peristiwa
atau pengalaman itu sendiri, anda tidak
begitu merasakannya atau hanya sangat
sedikit pengaruhnya terhadap anda.
5. Pernahkah anda heran dan terkejut Ya Tidak
tentang reaksi-reaksi orang lain terhadap
apa yang anda katakan dan anda perbuat ?
6. Pernahkah adan merasa sangat malu, Ya Tidak
karena sesuatu perkataan anda sendiri
yang sudah terlanjur diucapkan ?
7. Pernahkah anda melakukan atau Ya Tidak
menceritakan sesuatu rahasia yang
sudah anda janjikan atau sumpahkan,
untuk tidak membukakannya ?
8. Apakah anda sering kecewa terhadap Ya Tidak
seseorang, karena dia berubah menjadi
jelek dari yang anda harapkan, atau
menjadi takjub karena berubah jauh
lebih baik dari yang anda perkirakan ?
9. Apakah anda pernah menjerit dalam suatu Ya Tidak
gedung bioskop waktu sedang nonton
film, yang kemudian anda anggap sebagai
hal yang pantas dan sentimentil ?
10. Apakah anda memikirkan atau mengetahui, Ya Tidak
kemana atau menjadi apa anda inginkan
lima tahun lagi ?. Atau sepuluh tahun lagi ?
Dr. Schuyler Hoslett, Wakil Presiden dari Dun & Bradstreet, mempunyai daftar
pertanyaan-pertanyaan pendek dan bersifat menyelidik, yang sering dapat menolong
seseorang dalam usaha memperoleh pengertian untuk diri sendiri. Dia menyarankan
agar laksanawan merenungkan, dengan jawaban-jawaban terhadap empat pertanyaan
berikut, bilamana laksanawan itu merasa gelisah atau tidak puas :
1. Untuk apakah saya disini ? Apakah tujuan hidup ini bagi saya ?
2. Mengapa saya bekerja dalam perusahaan atau organisasi ini ? Apakah itu cocok
dengan tujuan hidup saya dalam hidup ini ?
3. Apakah yang dapat dilakukan organisasi ini, untuk menolong saya untuk
mengembangkan arti dan guna diri saya di dunia ini ? Apakah hal ini menolong
saya untuk mencapai tujuan saya.
4. Andaikan saya memilih untuk tetap tinggal dalam organisasi ini, bagaimanakah
saya berusaha, untuk mencapai arti dan tujuan saya di dunia ini ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas itu, walaupun nampaknya seperti sederhana, tapi
mempunyai arti yang dalam dan kompleks, dan demikian juga tentang jawabannya.
Pada kenyataannya, makin cepat dan makin mudah jawaban untuk itu datangnya,
akan makin kuranglah dipercayai kebenarannya. Dengan berselubung dalam bentuk
atau rupa yang sangat sederhana, setiap pertanyaan itu memerlukan atau meminta
penelitian dan pemikiran yang serius. Mengungkapkan kenyataan tentang anda
sendiri, akan memberi sedikit kekagetan, tapi dengan pengungkapan itu anda akan
merasa lebih bahagia.
Teknik atau metode-metode untuk mempelajari kepribadian, adalah sangat kompleks
sifatnya. Untuk dapat menembus dan mengenal sampai sedalam-dalamnya, mungkin
anda perlu memanggil ahli atau “expert”. Tapi banyak dari alat-alat yang
dipergunakan ahli-ahli psikologi untuk menyelidiki dan untuk menembus atau untuk
lebih mengenal sifat karakter seseorang itu, dapat juga dipergunakan oleh laksanawan
umumnya. Untuk suatu penyelidikan yang lebih mendalam tentang diri anda sendiri,
anda dapat mencoba lima dari metode-metode yang diuraikan di bawah ini, dan
pilihlah metode yang anda rasa, akan dapat anda gunakan dengan lebih berhasil.
1. Pendekatan Dengan Riwayat Hidup Sendiri (Autobiographical Approach)
Beberapa orang mungkin berkesimpulan, bahwa adalah lebih berhasil untuk
menyelidiki yang telah lalu, untuk mengungkapkan dan menguraikan kejadiankejadian
yang sangat penting dan kritis, yang mempengaruhi dan menentukan
mengapa dan menjadi apa mereka itu sekarang ini. Hal itu dapat dilakukan dengan
mudah, mulai dari ingatan dan kenang-kenangan anda yang paling awal (semasa
masih kanak-kanak permulaan), tentang orang-orang yang paling penting dalam
kehidupan anda.
LIMA TEKNIK UNTUK MEMPELAJARI ANDA SENDIRI
Bagaimanakah rupanya ayah anda ? Bagaimana reaksi anda terhadapnya sebagai
seorang manusia ? Apakah anda benci dan tidak senang terhadap disiplinnya, dan
apakah anda kemudian mengerti tentang motifnya ? Apakah cita-cita atau harapannya
tentang anda ? Cita-cita apakah yang anda cita-citakan bersama, tentang atau
mengenai masa depan ? Apakah anda dalam beberapa hal bertindak atau
memperlakukan anak-anak anda, mempunyai persamaan dengan cara-cara dan
tindakan ayah anda terhadap anda sewaktu masa kanak-kanak ?
Jujurlah dalam jawaban anda. Semua anak-anak mempunyai konflik-konflik dengan
orang tua mereka, dan dengan orang-orang dewasa lainnya. Orang yang sudah
dewasa dapat mengerti masalah konflik itu, dan karena itu anda lebih dapat
memahaminya dalam hubungan anda dengan anak-anak anda sendiri dan dengan
orang-orang lainnya.
Cara-cara dan jenis reaksi terhadap segala bentuk otorita dan kekuasaan, sering
merupakan suatu lanjutan dari hubungan anda yang sudah terjadi dengan orang tua
anda sendiri. Suatu penyelidikan anda untuk lebih baik menangani dan menghadapi
masalah-masalah sekarang, dan yang lebih penting lagi, akan dapat membangun suatu
dasar dari masa datang atau masa depan anda.
Pertanyaan-pertanyaan kunci yang lain ialah, pertanyaan terhadap diri sendiri, seperti:
¨ Kemajuan-kemajuan atau prestasi apakah yang pernah saya lakukan di sekolah
yang paling membanggakan saya ?
¨ Apakah yang paling mengecewakan saya dalam kehidupan saya ?
¨ Manusia-manusia jenis manakah yang menjadi sahabat-sahabat saya ?
¨ Pengalaman-pengalaman yang manakah yang memberi saya kepuasan yang
paling besar ?
Tetapi janganlah hanya melihat kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dramatis dan
mudah diingat dari yang telah lewat itu. Kejadian-kejadian itu mungkin penting, tapi
hal itu mungkin sekali memberi anda suatu gambaran yang salah dan tidak benar.
Periksa dan lihatlah kepada bagian-bagian kecil yang masih tinggal pada anda, yang
timbul atau terjadi kembali, jika anda berfikir tentang yang telah lewat. Hal ini,
dengan tidak diragukan lagi, turut memainkan suatu peranan dalam membentuk anda.
2. Tandailah Hal-Hal Yang Ekstrim
Emosi dan perasaan-perasaan anda yang ekstrim, yang tinggi dan rendah sekali,
sering menjadi suatu tanda atau petunjuk terhadap hakekat keadaan jiwa yang
sebenarnya dari anda, dalam mana tingkah laku anda sehari-hari berada atau
bergerak.
Seorang pengusaha terlalu sering untuk cenderung mengabaikan atau menyangkal
tingkah lakunya yang tidak biasa, sebagai sesuatu yang bukan tipe tingkah lakunya.
“Perbuatan seperti ini bukanlah tipe saya”, katanya dan tidak mempercayainya sama
sekali. Tiap suatu analisa diwaktu marahnya lebih besar lagi, lebih besar dari yang
dianggapnya mungkin, mengungkapkan dengan lebih jelas tingkah lakunya yang
“normal” itu.
Cobalah eksperimen ini dibuat satu minggu. Buatlah suatu catatan harian dari reaksireaksi
anda terhadap kejadian atau situasi-situasi yang menyebabkannya. Boleh jadi
hal itu hanyalah peristiwa atau kejadian-kejadian sementara dari perasaan
kegembiraan, rasa marah dan frustasi. Atau barangkali hanya sebagai peletusan dari
keadaan kejiwaan yang berlaku sepanjang hari. Masalah ini tidak begitu penting.
Apa yang harus diperhitungkan, atau yang penting, ialah agar tingkah laku dan
karakter anda dapat lebih kuat dari yang biasa dan hal itu dapat anda alami. Inilah
langkah-langkah yang akan menolong anda untuk memeriksa dan menguji peristiwa
atau kejadian-kejadian itu, dan untuk dapat melihat arti dan maknanya ;
Catatlah situasi dan reaksi. Catat dan tandailah perasaan-perasaan itu, dan juga
sebanyak mungkin bagian-bagian yang menyebabkannya, sebanyak yang dapat anda
peroleh. Pastikanlah, bahwa anda mencatat cukup informasi, untuk kemudian dapat
mengingat dan memikirkannya kembali.
Kumpulkan suatu keragaman. Adalah lebih baik untuk mengumpulkan sekurangkurangnya
lima bentuk atau tipe situasi-situasi yang berbeda-beda, sebelum anda
menyelidiki atau menguji dan meninjau kembali situasi-situasi itu. Jika satu minggu
tidak menyediakan cukup waktu, ambillah 10 hari atau dua minggu, tapi mestilah
beberapa peristiwa atau masalah dalam catatan harian anda itu.
Analisalah kejadian-kejadian itu. Jika anda sudah mencatat kejadian-kejadian itu
secara terpisah-pisah, dengan secukupnya, lihat dan periksalah kejadian-kejadian itu,
dalam hubungannya satu sama lainnya. Adakah suatu pola atau pertalian-pertalian
yang umum ? Apakah di dalamnya, ada suatu waktu yang khusus atau hari-hari dan
orang-orang yang tertentu, atau suatu masalah atau situasi yang tertentu, yang timbul
berulang-ulang? Apakah peranan anda dalam setiap situasi itu ? Apakah anda sebagai
penonton saja, atau orang yang turut secara aktif di dalamnya ? Bagaimana tentang
situasi yang buruk ? Apakah anda berfikir, bahwa anda dapat meramalkan tingkah
laku anda, lebih baik sekarang ini dari masa-masa yang lalu ?
Balikkanlah peranan-peranan. Tinjaulah kembali kejadian-kejadian itu, yang
menyangkut atau melibatkan orang. Bayangkan atau gambarkanlah kejadian itu
dalam fikiran atau jiwa anda, seperti suatu film. Tapi buatlah perbedaan yang besar,
yakni gantilah peranan anda. Cobalah gambarkan anda sendiri memainkan peranan
orang lain. Lihatlah, kalau cerita itu menghasilkan cerita atau kejadian-kejadian yang
sama. Apakah sekarang anda membuat orang lain marah, atau bahagia, sebagaimana
dia sudah membuat anda merasakannya dalam kejadian atau peristiwa yang asli
(mula-mula; yang betul-betul terjadi) ? Anda akan belajar banyak tentang anda
sendiri, dengan usaha anda memainkan peranan orang lain (dalam gambaran jiwa
tentunya), terlebih dengan memainkan peranan yang anda tidak senangi, atau yang
menimbulkan amarah anda. Umpamanya jika penolakan seorang pejabat terhadap
suatu permintaan dan usul anda, sehingga penolakan itu sangat menjengkelkan anda,
cobalah bayangkan atau fikirkan kalau anda duduk atau menjadi orang itu dengan
kedudukannya, apakah sikap anda terhadap permintaan atau usul seperti yang adan
majukan itu ?
3. Analisa Mimpi
“Mimpi-mimpi yang tidak ditafsirkan, adalah ibarat surat-surat yang tidak dibukabuka”
kata Talmud. Mimpi adalah pesan dari anda sendiri untuk anda sendiri, dan
merupakan suatu sumber yang paling penting, untuk pengenalan diri sendiri. Ahliahli
psikologi menemukan dalam mimpi itu, suatu jalan yang lebih lebar dan
terpercaya untuk suatu pengenalan terhadap pasien-pasien mereka.
Bagaimanapun, walaupun demikian pentingnya mimpi itu sebagai sumber pengertian
untuk pengenalan jiwa, namun dalam penafsirannya (karena rumitnya), sebaiknyalah
diserahkan kepada ahli-ahli saja. Dr. Erich Formm, seorang ahli psikoanalisa yang
terkenal menunjukkan beberapa sebab dan alasan, mengapa mimpi itu demikian
sukarnya bagi orang umumnya untuk menginterprestasi atau menafsirkannya.
Karena aturan-aturan logika yang dipergunakan berbeda. Mimpi itu nampaknya
seringkali seperti tidak mempunyai arti, ganjil atau seperti yang bukan-bukan, karena
mimpi itu tidak terikat kepada logika dari kehidupan sehari-hari waktu bangun (waktu
tidak tidur). Sebagai contoh anda dapat bermimpi, bahwa seorang yang anda kenal,
dalam mimpi anda, anda lihat berubah menjadi seekor anak ayam. Dalam pengertian
sehari-hari yang realistis, bukankah ini suatu kejadian yang lucu dan tidak mungkin.
Tapi kalau anda mengganggap dia (orang yang menjadi ayam itu) sebagai seorang
pengecut, maka barulah hal itu berarti atau bermakna terhadap emosi dan perasaanperasaan
anda. Hal-hal seperti itulah yang berlaku dalam mimpi, bukan realitasrealitas
kehidupan sehari-hari.
Mimpi itu tidak terikat kepada waktu. Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa
kanak-kanak anda, mungkin akan timbul dan aktif sekarang dalam mimpi anda,
sedang waktu anda bangun atau dalam kehidupan sadar sehari-hari, kejadian itu tidak
dapat anda ingat lagi.
Hal-hal yang secara relatif penting, mungkin berubah bentuk. Suatu gangguan
kecil secara relatif dengan orang lain, mungkin dapat timbul dalam suatu mimpi,
bahwa orang lain itu menjadi jatuh sakit, sehingga sekarang orang itu tidak dapat lagi
mengganggu anda. Walaupun begitu, anda mungkin tidak betul-betul marah terhadap
orang itu.
Untuk mengetahui pentingnya suatu keinginan yang dinyatakan dalam suatu mimpi,
anda mestilah melihat lebih jauh ke muka. Kalau suatu thema atau pokok mimpi itu
timbul berulang-ulang malam demi malam, dan jika reaksi anda terhadap mimpi itu
disertai kesedihan yang luar bersih, serta jika anda segan untuk menafsirkan atau
menguraikannya, semua itu adalah indikasi-indikasi dari suatu perasaan yang kuat
yang tersembunyi.
Ada masanya, dimana mimpi-mimpi itu dapat memberi anda suatu pengertian yang
tiba-tiba. Sebagai contoh, penilaian anda tentang orang, mungkin lebih tajam jika
anda bermimpi. Anda tidak dipengaruhi oleh opini umum atau oleh apa yang anda
fikir atau anggap sebagai perasaan yang benar. Lebih jauh, mimpi itu dapat
memberikan kunci petunjuk terhadap kejadian-kejadian yang penting, yang anda
anggap tidak begitu penting waktu peristiwa itu terjadi. Dr. Fromm menunjukkan,
bahwa mimpi dapat menunjukkan atau membuktikan, bahwa suatu kejadian kejiwaan
yang nampaknya tidak berarti, tapi sering muncul dalam mimpi, sesungguhnya adalah
penting sekali.
Dr. Calvin Hall, yang sudah menganalisa lebih dari 10.000 mimpi, menyimpulkan
kesan-kesannya dengan cara-cara berikut : Waktu kita tidur, kita memikirkan juga
masalah dan kesulitan-kesulitan kita, tentang ketakutan dan harapan-harapan kita.
Orang yang bermimpi itu berfikir tentang dirinya sendiri : Yaitu manusia atau orang
macam manakah dia itu, dan berapa jauhkan kesanggupannya untuk menghadapi dan
memecahkan konflik-konflik dan kecemasan-kecemasannya. Orang yang bermimpi
itu, juga memikirkan tentang orang lain, yang secara intim erat berhubungan dengan
kehidupannya. Bagaimana dia melihat kepada dirinya sendiri, bagaimana orang lain
melihat terhadap dirinya, dan bagaimana dia memandang dan mengartikan kehidupan
ini. Inilah yang menjadi inti dan jantung dari masalah itu, dan alasan sebab mengapa
mimpi-mimpi itu merupakan data-data yang penting bagi ahli-ahli psikologi.
Bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri, akan terwujud dan tergambar dalam
mimpi oleh bagian dan peranan-peranan yang dimainkannya dalam mimpi itu.
Mungkin dia memainkan bagian dari seorang korban atau memainkan peranan
seorang agresor, atau keduanya. Mungkin dia menganggap atau mengartikan dirinya
sebagai pemenang, walaupun keadaan-keadaan sangat tidak baik, atau menjadi yang
kalah, karena keadaan buruk itu. Boleh jadi dia menerima peranan dari seorang yang
suci atau seorang yang jahay, seorang yang bebas dan merdeka, orang yang kikir atau
dermawan. Bagaimanapun, untuk dapat membaca mimpi anda, dan untuk dapat
mengungkapkan tabir rahasia arti-arti itu, anda memerlukan ketajaman atau
kehalusan perasaan, serta keterampilan dan keahlian.
4. Merubah Hal-hal yang rutin
Kebanyakan orang cenderung untuk menjadi buta terhadap hal-hal atau barangbarang
yang terlalu dekat di sekeliling mereka. Sebelum suatu kunjungan dari
seorang asing, yang menyentakkan anda terhadap alam sekitar anda dengan mata atau
pandangan dan penglihatan yang baru, anda mungkin akan tetap tidak sadar tentang
kenyataan-kenyataan yang sangat jelas di muka dan di dekat anda.
Dan yang lebih penting lagi, anda mungkin menjadi hilang lenyap sendiri dalam arus
tekanan hidup sehari-hari, sehingga menjadi tidak sensitif lagi terhadap reaksi-reaksi
anda sendiri.
Anne M. Lindbergh merasakan kebutuhan ini, yaitu untuk pelepasan diri buat
sementara dari tekanan dan kesibukan sehari-hari, yaitu tekanan kesibukan mengurus
rumah, pertemuan dan rapat-rapat komite yang bertele-tele, dan tuntutan-tuntutan dari
lima orang anaknya. Untuk menemukan kembali dirinya sendiri, dia mengambil
keputusan, untuk sementara memutuskan pola rutin yang menjemukannya itu.
Karenanya untuk beberapa minggu, dia pergi kepantai dalam suatu alam sekitar yang
baru. Bukunya yang indah, memuat perasaan-perasaan yang dalam dan halus,
berjudul “Gift from the Sea”, yang menggambarkan beberapa dari penemuanpenemuan
yang diperolehnya, selama masa beberapa minggu itu.
Walaupun anda tidak dapat mengambil waktu untuk beberapa minggu ke pantai, anda
dapat juga melakukan tujuan yang sama dengan berbagai jalan atau cara.
 Pergilah selama satu hari penuh, seakan-akan anda meninggalkan pekerjaan dan
kehidupan kemasyarakatn anda. Bagaimana anda berbuat dan bertingkah laku ?
Dan apakah yang anda lihat dan rasakan, jika anda merasa bahwa anda tidak akan
pernah lagi di sini ?
 Bayangkan atau umpamakanlah, bahwa anda harus menjelaskan atau
menerangkan kepada seorang anak mengenai tindakan-tindakan dan keputusankeputusan
anda. Pergilah sepanjang satu hari dengan membayangkan atau
mengumpamakan atau menggambarkan dalam fikiran, akan pertanyaanpertanyaan
seorang anak berumur 12 tahun, yang mungkin menanyakan
kebiasaan-kebiasaan kerja anda.
 Pergunakanlah sehari untuk sendirian, tanpa program atau rencana yang tertentu.
Jika mungkin (dengan persetujuan dan pengertian keluarga), lakukanlah suatu
perjalanan sendirian dengan mobil anda, dan membiarkan perasaan anda sendiri
untuk membawa dan menentukan tujuan anda.
 Periksa dan telitilah jalan-jalan sampingan yang baru. Ambil atau tempuhlah
suatu jalan baru, walaupun jalan itu hanya membawa anda kembali menuju
tempat kerja anda.
 Lakukanlah suatu perjalanan kembali, kerumah atau kota dan tempat lama yang
pernah anda tempati, dan carilah tanda atau hal-hal yang menjadi kenangan anda.
 Pakailah satu hari, dan membayangkan anda dan orang bawahan anda bertukar
peranan. Dan sebagai bawahan, cobalah bertindak dan bertingkah laku sebagai
bawahan itu.
Dengan mengubah sudut pandangan anda untuk waktu satu hari anda akan membuka
mata anda, dan akan melihat anda sendiri dan tingkah laku anda dalam suatu
penglihatan atau warna yang baru. Semakin sering anda keluar dari keadaan rutin
anda, dari rutin tingkah laku dan lingkungan anda, dan melayangkan pandangan atau
kehidupan ke luar, maka akan makin banyaklah penglihatan anda serta pandanganpandangan
baru yang anda peroleh, dan jiwa anda akan semakin segar jadinya.
5. “Cross-Characterization”
Dalam bukunya “My Autobiography”, Charlie Chaplin, menceritakan suatu anekdot
yang menggambarkan prinsip daro “cross-characterization” itu, dan peranannya yang
penting dalam usaha penemuan diri sendiri (self-discovering). Chaplin berada dalam
suatu party atau pesta di London, yang dihadiri banyak tamu-tamu terkemuka,
diantaranya Prince of Wales, dari keluarga Raja Inggris.
Seorang dari yang hadir di party itu mengemukakan suatu permainan, yang di
Amerika disebut Frank Estimation (penaksiran yang jujur). Setiap orang tamu
diberikan satu kartu yang didalamnya dituliskan sepuluh kwalifikasi, yaitu :
daya tarik, intelligensi, kepribadian, sex appeal, kebagusan rupa, ketulusan hati,
perasaan humor, penyesuaian diri, dan sebagainya. Setiap orang tamu harus
mengisi dan memberi angka terhadap kwalifikasi yang tertulis dikartu itu, yaitu
mengenai kwalifikasi tentang dirinya sendiri, mengenai penaksirannya yang
jujur. Angka yang dapat diberikan terhadap setiap kwalifikasi ialah dari angka
satu sampai angka sepuluh. Dan demikian juga setiap tamu yang hadir, harus
memberi angka penilaian terhadap setiap tamu yang hadir, harus memberi
angka penilaian terhadap setiap tamu lainnya. Akan diri saya (kata Chaplin
dalam buku itu), saya memberi angka tujuh untuk perasaan humor, enam buat
“sex appeal”, enam untuk kebagusan rupa, delapan untuk menyesuaikan diri,
dan empat untuk ketulusan hati. Masing-masing kartu yang sudah diisi dengan
penilaian itu dibacakan di muka umum.
Waktu giliran pembacaan kartu isian Prince Wales tiba, maka kedengaranlah
pengumuman tentang dia, yaitu penilaiannya sendiri : tiga untuk sex appeal,
tamu-tamu lainnya menilainya rata-rata empat, saya (Chaplin) memberinya
angka lima. Untuk kebagusan rupa Pangeran menilai dirinya enam, sedang
tamu lainnya memberikan rata-rata delapan, sedang saya menilainya tujuh.
Daya tarik, pangeran menilai dirinya lima, sedang tamu rata-rata memberi
angka delapan, dan saya juga memberinya delapan. Dan untuk ketulusan hati
pangeran memberinya sampai limit tertinggi, yaitu angka sepuluh, sedang tamu
memberinya rata-rata tiga setengah, sedang saya sendiri memberi angka empat.
Pangeran nampak menjadi gusar mendengar penilaian dari tamu itu, dan
berkata : “Menurut fikiran dan anggapan saya, ketulusan hatilah kwalifikasi
terpenting yang saya miliki.”
Dari contoh di atas itu dapat kita lihat, betapa tidak objektifnya sering orang terhadap
dirinya sendiri, dan betapa dapat terjadi perbedaan yang jauh, antara penilaian diri
terhadap diri sendiri dengan pandangan dan penilaian dari orang-orang lain.
Di bawah ini kita turunkan atau kita tuliskan kembali suatu daftar deskripsi pribadi (a
list of personal description) yang diambiol dari “Richardson Bellowa, Henry & Co”,
suatu test evaluasi untuk diri sendiri (test for self-evaluation). Bacalah daftar itu dan
tambahkanlah setiap penjelasan atau keterangan dan pendapat yang lain, yang
istimewa dipergunakan bagi anda. Kemudian lakukanlah seperti berikut :
Dari kolom pertama, self, taruhlah satu tanda, yang anda rasa berlaku atau
bersesuaian dengan anda. Demikian juga dengan daftar-daftar lainnya. Tandailah
kata-kata sebanyak mungkin, yang bersesuaian dan berlaku buat anda. Di bawah
superior atau atasan, tandailah sebanyak mungkin perkataan-perkataan, yang menurut
pendapat atau fikiran anda, bahwa begitulah anggapan atau penilaian atasan anda
terhadap anda. Di bawah daftar kata “istri”, taruhlah atau tandailah kata-kata yang
menurut terkaan terbaik anda, akan taksiran dan pendapat istri anda mengenai anda.
Lanjutkanlah proses atau cara seperti itu dengan kata “Teman”. Dan tambahkanlah
kepada itu semua, suatu ikhtiar keputusan.
Diri sendiri
(self)
Atasan
(superior)
Istri
Teman
Putusan
Baik hati ……….. ……….. ……….. ………..
Terpercaya (jujur) ……….. ……….. ……….. ………..
Suka menentang/berdebat ……….. ……….. ……….. ………..
Ingin ……….. ……….. ……….. ………..
Tegang ……….. ……….. ……….. ………..
Murah hati ……….. ……….. ……….. ………..
Rendah hati ……….. ……….. ……….. ………..
Teguh pendirian ……….. ……….. ……….. ………..
Optimistis ……….. ……….. ……….. ………..
Egoistis ……….. ……….. ……….. ………..
Licik ……….. ……….. ……….. ………..
Bergaul dengan baik ……….. ……….. ……….. ………..
Senang sendiri ……….. ……….. ……….. ………..
Mudah bergoyang pendirian dan sikap
impulsif
……….. ……….. ……….. ………..
Banyak bicara ……….. ……….. ……….. ………..
Percaya terhadap diri sendiri ……….. ……….. ……….. ………..
Mudah tersinggung ……….. ……….. ……….. ………..
Sentimentil ……….. ……….. ……….. ………..
Penggerutu ……….. ……….. ……….. ………..
Agresif ……….. ……….. ……….. ………..
Lamban ……….. ……….. ……….. ………..
Dapat dipercaya ……….. ……….. ……….. ………..
Menjauhkan diri ……….. ……….. ……….. ………..
Efisien ……….. ……….. ……….. ………..
Bijaksana ……….. ……….. ……….. ………..
Fair ……….. ……….. ……….. ………..
Bersifat permusuhan ……….. ……….. ……….. ………..
Setia ……….. ……….. ……….. ………..
Keras kepala ……….. ……….. ……….. ………..
Kepala panas ……….. ……….. ……….. ………..
Suka menghayal ……….. ……….. ……….. ………..
Sekarang, untuk menafsirkan atau menginterprestasikan jawaban anda, di sini kita
tuliskan beberapa bimbingan. Pertama, lihatlah kepada kolom self atau diri sendiri.
Baik dan buruk, haruslah dibagi dua dengan bersamaan. Jika terlalu banyak yang
negatif, atau jika anda jarang menandai atau menemukan sifat-sifat yang baik yang
kuat, maka anda mungkin melihat anda sendiri tidak cukup objektif.
Jumlah bilangan sifat-sifat (items) yang ditandai, adalah menjadi suatu ukuran dari
kekompleksan pribadi anda. “Makin banyak items” atau sifat-sifat yang anda yakini
sebagai sifat anda”, kata Dr. Harold Musaker, “maka itulah tandanya lebih terperinci
gambaran pribadi anda.”
Perbandingan antara jawab yang anda tandai tentang anda sendiri dan dengan sifatsifat
yang anda yakini dilakukan (penilaian) orang lain terhadap anda, akan menjadi
suatu kunci untuk dapat mengerti dan mengenal diri sendiri. Tentu saja ada
perbedaan. Kita semua memainkan lebih dari satu peranan. Jelas, bahwa orang
melihat anda dari sudut-sudut pandangan yang berlainan. Seorang teman umpamanya
Rudy Hartono, yang anda lihat dapat mengadakan pukulan-pukulan yang sulit dan
mengagumkan, maka anda harus ingat, bahwa keahlian itu dicapainya, sesudah
berlatih dengan keras selama bertahun-tahun, dengan disiplin yang keras. Persiapan,
latihan dan praktek, adalah penting sekali, dan demikian juga perhatian dan usaha
yang cukup serius kepada hal-hal yang kecil.
Ara Parseghian, seorang pelatih yang sangat terkenal, yaitu pelatih sepak bola dalam
“Notre Dame”, yang karena bimbingan dan latihan-latihannya, klub sepak bola itu
menjadi masyur, adalah seorang yang fanatik dalam hal-hal kecil, disamping latihan,
persiapan dan praktek-praktek. Mengenai dia, saya kutip suatu artikel dari majalah
Time : “Untuk Ara Parshegian, orang yang bertekad tidak akan mengalami
kekalahan, mulai dari jam 05.30 pagi dengan empat mangkok kopi. Seluruh jiwanya
dia tumpahkan kepada pekerjaannya itu sebagai pelatih. Bahkan di waktu makanpun,
dia memegang sebuah pensil, untuk mencatat dan merencanakan suatu permainan.
Adakah sesuatu yang luput, dari fikiran dan ingatannya ? Adakah bagian-bagian yang
kurang mendapat perhatian, dan adakah jalan atau cara-cara baru yang akan
memenangkan permainan ? Sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, dicatat dan
diperhatikannya dengan teliti …….”
Salah seorang klien saya, bernama John Pardi, Presiden dari “Prosperity Cleaners”,
suatu perusahaan dalam bidang pembersihan pakaian. Pardi sering jalan-jalan
kedalam suatu gudang atau pabriknya, dengan suatu inspeksi secara informil. Kalau
dia melihat sesuatu tidak pada tempatnya, seperti sobekan-sobekan kertas, atau suatu
genangan air kecil, maka dia sudah menunjukkan kegusaran. Dan dia terus
memerintahkan pekerja untuk segera membereskannya. “Hal-hal seperti itu
menyimpangkan konsentrasi pekerja, dan mengganggu hasil pekerjaannya”, katanya.
Pardi mengatakan : “Mungkin juga saya salah. Tapi jika saya melihat setiap masalah
kecil, setiap bagian kecil, setiap sakit kepala sebagai suatu symptom atau gejala
kanker, maka saya terpaksa segera mencek itu. Saya ingin mengetahui, apakah itu
akan menular atau tidak berbahaya.
Apakah itu suatu cara hidup yang mudah ? sama sekali tidak ! Tapi untuk pekerja
eksekutif dengan dorongan untuk naik ke atas, itulah satu-satunya jalan. Nyatanya,
jalan lain tidak ada.
Dalam bekerja, hampir setiap orang mendambakan memperoleh jabatan yang tinggi.
Namun demikian seringkali dijumpai seseorang yang mendapat promosi kenaikan
jabatan/pangkat tidak siap dengan jabatan baru tersebut sehingga kinerjanya menjadi
turun dan bahkan lebih buruk daripada ketika ia masih menjadi pegawai biasa.
Permasalahn yang seringkali dialami para supervisor/manager baru tersebut bukanlah
terletak pada kemampuan teknis dalam mengerjakan tugas di lapangan tetapi lebih
pada kemampuan managerial untuk membangun semangat kerja para bawahannya.
Artinya para supervisor/manager tersebut banyak yang tidak siap ketika diberikan
tanggung jawab membimbing, melatih, memotivasi dan menilai kinerja para
bawahannya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, apa saja yang harus diperhatikan oleh
supervisor/manager dalam membangun semangat kerja bawahannya. Beberapa hal di
bawah ini mungkin dapat dijadikan pertimbangan jika anda kebetulan adalah seorang
supervisor atau manager.
1. Jadilah pendengar yang baik
Carl Rogers, seorang pakar di bidang psikologi pernah berkata bahwa penghalang
yang terbesar untuk melakukan komunikasi pribadi adalah ketidaksanggupan
seseorang untuk mendengarkan dengan baik, dengan penuh pengertian dan
perhatian kepada orang lain. Jika anda diberi tugas untuk membimbing dan
melatih seseorang maka hal ini merupakan salah satu hal terpenting yang harus
diingat. Ketika anda sedang berbicara dengan bawahan anda jagalah agar anda
tidak terlalu banyak bicara, melainkan lebih banyak mendengarkan keluhan dan
masukan dari bawahan anda.
Kesediaan untuk mendengar akan memberi kesempatan kepada bawahan untuk
mengutarakan keinginan dan pendapatnya. Dengan mendengar berarti anda
memperhatikannya, anda mempunyai suatu perhatian yang kosntruktif mengenai
masalah yang dihadapi olehnya, dimana mungkin anda selaku atasan mempunyai
alternatif solusi yang dibutuhkan orang tersebut. Dengan demikian akan tercipta
rasa aman dan nyaman sehingga bawahan anda lebih mau terbuka terhadap saransaran
yang diberikan. Selain itu mendengarkan seseorang yang secara bebas
berbicara tentang dirinya sendiri merupakan jalan terbaik untuk mengenal lebih
jauh siapa lawan bicara kita tersebut. Meskipun demikian mendengarkan tidaklah
selalu berarti bahwa anda percaya terhadap segala yang anda dengar. Tentu saja
untuk dapat menjadi pendengar yang baik dibutuhkan kesabaran dan kerendahan
hati.
2. Kenali pekerjaan yang dilakukan
Kita sering melakukan kesalahan dalam menginterprestasi dan menilai hasil kerja
seseorang sebagai akibat dari suatu pandangan dan pengetahuan yang dangkal
sekali tentang pekerjaan orang tersebut. Seringkali kita menjumpai seorang
atasan yang mengharapkan bawahannya melakukan sesuatu yang sebenarnya
bukan merupakan kapasitasnya. Jika mengambil perumpamaan hal tersebut
adalah ibarat mengharapkan pohon mangga menghasilkan buah durian.
Mustahil bukan ? akibatnya tidak sedikit bawahan yang menjadi frustasi dan
bahkan tidak “respect” terhadap atasan karena atasan demikian dinilai tidak tahu
apa pekerjaan bawahan sebenarnya (padahal ia seharusnya tahu).
Jika anda adalah seorang atasan maka sudah seharusnya anda mengetahui apa
yang wajib dan baik untuk dikerjakan atau diselesaikan bawahan anda. Anda juga
harus dapat mengetahui secara pasti apakah bawahan anda mengerjakan tugas
dengan suatu cara atau jalan yang aman yang dapat diterima oleh perusahaan.
Jika ternyata bawahan anda dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan cara-cara
yang dapat diterima tetapi tidak sesuai dengan cara anda, maka sedapat mungkin
biarlah ia menggunakan cara tersebut. Jangan cepat-cepat mengkritik ataupun
memaksanya untuk melakukan menurut cara anda. Sebaliknya jika ia ternyata
tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka anda perlu melakukan suatu
perubahan. Langkah awal dalam melakukan perubahan tersebut adalah dengan
membuat suatu persetujuan antara anda dan bawahan mengenai hal-hal yang
mendasar dari pekerjaan tersebut.
3. Kenali bawahan anda
Sebagai atasan, anda harus mengetahui kesanggupan dan bakat-bakat anak buah
anda dan menolong mereka untuk menggunakan kemampuannya untuk disalurkan
dalam pekerjaan. Anda juga dituntut untuk mendorong usaha-usaha perbaikan
diri bawahan, mengerti kebutuhan dan keinginan mereka, dan sebagainya.
Sebagai contoh : anda harus dapat membedakan apakah bawahan anda lebih
tertarik pada kesempatan dan tantangan karir atau pada materi seperti uang atau
lebih pada status. Jika anda dapat mengidentifikasi hal ini maka akan lebih
mudah bagi anda untuk mengarahkan dan memotivasi bawahan anda.
Anda sudah semestinya anda mengenal bawahan anda, jika tidak secara pribadi
sekurang-kurangnya anda mengenali karakter-karakter penting yang berguna bagi
produktivitas bawahan tersebut. Beberapa supervisor/manajer merasa takut untuk
mengenal lebih dekat bawahannya, karena dengan kedekatannya itu maka mereka
akan menjadi terlalu lunak dan salah dalam menilai prestasi bawahan. Pendapat
semacam itu sebenarnya merupakan suatu kekeliruan, karena mengenali
seseorang dan menghargai kepribadian serta keunikan yang dimilikinya tidaklah
berarti bahwa anda tidak menuntut ia untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan aturan yang berlaku.
4. Kenali perlombaan yang ingin anda lakukan
Sebagai pejabat baru dan masih berada dalam semangat yang menyala-nyala
untuk mendorong dan memotivasi bawahan anda, anda mungkin terus memacu
bawahan anda untuk melakukan sesuatu, yang sesungguhnya tidak terlalu
signifikan. Hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena anda mungkin
masih dalam tahap ingin menunjukkan jati diri sebagai atasan yang pantas
menduduki jabatan tersebut. Namun demikian kondisi ini harus benar-benar
diwaspadai mengingat bahwa tidak ada seorangpun bawahan yang mampu
bekerja dalam kondisi yang tetap maksimal setiap hari. Jadi janganlah anda terus
menerus berteriak “awas ada macan”, sampai anak buah anda kelelahan dan
akhirnya ketika “macan” yang sesungguhnya tiba anak buah anda sudah
kehabisan tenaga dan tidak memiliki semangat lagi.
Selain itu bawahan anda mungkin akan merasa bosan dan jengkel karena
dorongan-dorongan anda untuk bekerja lebih giat dan bersemangat, sementara
mereka mengetahui bahwa pekerjaan yang dikerjakan tersebut tidak begitu
penting. Contoh : anda memberikan tugas atau proyek khuM